Jumat, 28 Juni 2024

Perjalanan Hidup Tanri Abeng

Tanri Abeng

Oleh: Dahlan Iskan
Senin 24-06-2024

(Tanri Abeng dalam sebuah forum diskusi bersama Menteri BUMN Erick Thohir dan Dahlan Iskan)

Saya selalu kagum dengan kesehatan Pak Tanri Abeng. Di usia 82 tahun masih terlihat gesit. Kami ngobrol asyik di Semarang. Mungkin empat bulan lalu. Atau lima.

Tidak ada tanda-tanda ia mengidap satu jenis penyakit. Badannya terjaga: tidak gemuk. Maka ketika mendengar Pak Tanri meninggal dunia kemarin, rasanya tidak begitu percaya.

Memang hari itu kami bertemu di klinik. Tapi tidak untuk berobat. Kami justru sedang berusaha agar tetap sehat: sama-sama melakukan stem cell.

Pak Tanri ketahuan tidak sehat baru dua bulan lalu. Tepatnya tanggal 5 bulan 5. Hari itu ia memimpin rapat sejak pagi sampai sore. Di rumahnya. Di kawasan elite Simpruk Jakarta.

Yang hadir di rapat itu adalah seluruh pimpinan universitas yang ia adalah rektornya.

Pak Tanri memang mendirikan lembaga pendidikan tinggi menggunakan namanya: Tanri Abeng University. Di daerah Ulujami, Jakarta.

Usai rapat itu Pak Tanri merasa lelah. Capek. Lemes. Lalu dibawa ke RS Pertamina.

Ketahuanlah: hb darahnya turun. Trombositnya rendah. Malam itu juga dilakukan tranfusi. Keadaannya pun membaik. Keesokan harinya diterbangkan ke Singapura.

Hampir empat minggu Pak Tanri menjalani pengobatan di RS Mount Elizabeth. Di sana diketahuilah bahwa Pak Tanri mengidap leukimia.

Diobati.

Setelah merasa kondisinya membaik ia minta pulang. Maka tanggal 4 Juni lalu Pak Tanri kembali ke Jakarta.

Baru saja mendarat di bandara kondisi tubuhnya memburuk. Pak Tanri langsung dimasukkan ke RS Medistra Jakarta.

Di situ ia dirawat. Sampai akhirnya meninggal kemarin dini hari.

Berarti Pak Tanri mengurus lembaga pendidikan sampai di akhir hayatnya. Pendidikan adalah panggilan jiwanya. Ia terinspirasi dari guru-gurunya yang hebat di SMK di Makassar. Saking kagumnya pada para guru itu sampai Pak Tanri punya cita-cita jadi guru.

Pak Tanri sebenarnya lahir di Selayar, sebuah pulau miskin di selatan Sulawesi. Untuk ke kota Makassar diperlukan naik kapal satu malam penuh.

Usia 12 tahun Tanri kecil pindah ke Makassar. Ikut keluarga. Itu karena ayahnya meninggal dunia.

Di sekolah menengah kejuruan itulah Tanri mendapat kesempatan ikut pertukaran pelajar ke Amerika. Waktu itu Tanri aktif di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) --sering disebut sebagai "adik"-nya HMI.

Di Amerika itulah jalan pikiran Tanri berubah. Tidak ingin lagi jadi guru. Ia ingin jadi profesional. Itu sesuai dengan nasehat orang tua angkatnya di Amerika.

"Dengan menjadi profesional kamu bisa punya uang. Setelah kaya baru terjun ke dunia pendidikan. Hasilnya lebih banyak." Begitu kurang lebih nasehat sang ortu angkat.

Pulang dari Amerika Pak Tanri kuliah di Universitas Hasanuddin. Hanya lima semester. Ia mendapat beasiswa untuk kuliah di salah satu universitas di Buffalo, tidak jauh dari air terjun terbesar di dunia: Niagara.

Dengan gelar MBA Pak Tanri direkrut oleh perusahaan Amerika di Indonesia: Union Carbide. Itu perusahaan kimia berskala global. Karirnya terus menanjak di situ.

Di dunia profesional itu Pak Tanri membuat sejarah: ia-lah orang pertama yang mendapat gelar 'Manajer Rp 1 miliar'. Baru di sosok Pak Tanri ada seorang manajer bergaji Rp 1 miliar setahun. Saat itu nilai Rp 1 miliar serasa seperti Rp 100 miliar hari ini.

Banyak yang menyangka itu karena gelar Pak Tanri bukan Drs, SH atau Ir. Gelar Pak Tanri adalah MBA. Agak langka saat itu. Maka gelar MBA terasa menjadi seperti di atas S-1. Anak muda pun seperti berlomba mengejar gelar MBA. Pun bagi yang sudah bergelar S-1. Kini Anda merasakan gelar MBA tidak lagi punya keistimewaan seperti di zaman Pak Tanri.

Yang menghebohkan adalah ketika Pak Tanri menerima tawaran menjadi CEO perusahaan bir: Bir Bintang. Padahal latar belakang pribadinya sangat Islam: aktifis PII dan kemudian juga HMI.

Yang jelas Pak Tanri kemudian identik dengan manajer profesional yang hebat. Ilmu manajemen seperti tiba-tiba menjadi sangat penting. Para insinyur ITB dan IPB pun mengejar karir di manajerial.

Pun sampai Presiden Suharto: mengagumi Pak Tanri. Pak Harto memanggilnya. Diajak diskusi mengenai pengelolaan perusahaan negara.

Saat itulah Pak Tanri mengajukan ide pembentukan kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lalu Pak Tanri menjadi menteri BUMN yang pertama.

Sebelum itu perusahaan negara berada di bawah kementerian teknis masing-masing. Perbankan di bawah menteri keuangan. Industri di bawah menteri perindustrian. Sebangsa Panca Niaga di bawah menteri perdagangan. PLN di bawah menteri PU. Dan seterusnya.

Sejak zaman Pak Tanri itulah kekuasaan para menteri atas perusahaan negara dicabut. Semua dialihkan ke kementerian BUMN.

Pak Tanri, dengan demikian, adalah 'Bapak BUMN'. Jabatan menteri BUMN tetap di tangannya saat presiden berganti ke Prof BJ Habibie. Lalu pindah ke Laksamana Sukardi di zaman Gus Dur. Hanya sekedipan mata. Pak Laks diganti oleh orang NU --saya lupa namanya.

Di zaman Bu Megawati jadi presiden, Pak Laks kembali diangkat menjadi menteri BUMN.

Setelah tidak jadi menteri Pak Tanri tetap laris: diminta jadi CEO Grup Bakrie. Lalu jadi Komut Pertamina. Jadi CEO di kelompok usaha OSO. Bahkan saat meninggal pun masih menjadi komisaris di salah satu BUMN.

'Dendam'-nya untuk terjun ke dunia pendidikan dituntaskan di tahun 2011. Saat usianya 70 tahun. Pak Tanri menjual sahamnya di hotel Aryaduta Makassar. Hasilnya: untuk membangun Tanri Abeng University di Jakarta. Ia yang jadi rektornya, sampai meninggal dunia.

Pak Tanri memang bertekad harus ia yang langsung  memimpin universitas itu. Misinya: agar lulusannya bisa menjadi manajer yang hebat. Atau jadi pengusaha. Atau menjadi seorang pemimpin.

Di universitas itulah Pak Tanri kehilangan isterinya: Farida Nasution. Farida meninggal di tahun 2016 dengan dua anak: Emil Abeng dan Edwin Abeng. Dari mereka lahir 4 cucu.

Di universitas itu pula Pak Tanri menemukan pengganti Farida. Dia seorang dosen komunikasi: Kartika Harijono. Dipanggil Chika. Janda satu anak. Pak Tanri dan Chika menikah tanggal 4 bulan 5 tahun 2019.

Saya tidak bisa melayat kemarin. Saya minta tolong Mas Irwan Setiawan untuk mengucapkan duka. Mas Irwan adalah pimpinan Jawa Pos di Jakarta pada masanya. Kini ia menjadi dosen komunikasi di Tanri Abeng University.

Tentu pada dasarnya Pak Tanri tidak memerlukan gelar apa pun selain MBA. Tapi pada akhirnya beliau kuliah S-3 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sampai bergelar doktor. Itu semata-mata karena peraturan:  untuk bisa jadi rektor harus bergelar doktor.

Pak Tanri adalah contoh "sekali hidup banyak berbuat". Juga "banyak membuat sejarah".(Dahlan Iskan)

Kamis, 20 Juni 2024

Persoalan Politik

MARI MELIHAT PERSOALAN POLITIK MELALUI SUDUT PANDANG YANG BERBEDA
Penulis : Andi Salim

Sering diantara kita berselisih paham dengan orang lain, terutama melalui debat kusir dimana masing-masing pihak yang terlibat tidak ingin saling mendengar dan justru meninggikan volume suaranya untuk mendominasi lawan atau pun konstituen lain yang menjadi pemirsanya. Diskusi memang hal menyenangkan bagi siapapun yang antusias ingin mendapatkan kualitas informasi dan posisi faktual yang terjadi. Sebab bagaimana pun, Salah satu tujuan diadakannya debat adalah untuk memperoleh sudut pandang baru yang dapat diterima oleh para pihak yang terlibat didalamnya. Walau telah berusia lanjut, terbukti banyak dari mereka yang gemar mengikuti diskusi, baik sebagai pelaku mau pun sekedar menjadi penonton / pendengar saja.

Siapa yang tidak ingin menjadi petarung debat yang nyaris mengetahui segalanya. Bahkan tak jarang dari mereka yang menggemari aktifitas yang satu ini rela menyerap informasi apapun, termasuk menghapal dalil-dalil guna memperkuat pendapatnya sehingga terkesan komprehensif dan berkualitas. Ada banyak figur-figur sebagai contoh yang terlihat tangguh dalam menyampaikan pendapatnya khususnya tentang pandangan dan wawasan dirinya mengenai sesuatu hal. Bahkan ada diantara mereka yang begitu terkesan sempurna dari bidang yang digelutinya. Namun semboyan diatas langit masih ada langit menjadi ukuran penilaian semua itu, bahwa tidak semua orang akan mampu menguasai sesuatu hal hingga tidak memiliki lawan yang seimbang guna menandinginya.

Namun anehnya, kadar intelligence Quotient berdasarkan laporan World Population Review 2024, merilis bahwa rata-rata IQ orang Indonesia adalah 78,49. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-129 dari 197 negara yang diuji. Rata-rata IQ orang Indonesia juga jauh di bawah rata-rata IQ penduduk dunia, yaitu antara 85 hingga 115. Sekalipun data ini seolah-olah mengecilkan kemampuan bangsa Indonesia, toh nyatanya persoalan politik baik dipanggung lokal maupun internasional, figur para tokohnya sering menjadi penentu di forum-forum tertentu, bahkan banyak yang mengejutkan para pemimpin dunia pula. Sebab sepak terjang dari setiap tokohnya bukanlah sekedar datang sebagai pecundang, melainkan banyak diantara mereka yang berprestasi hingga mengundang decak kagum pihak manapun.

Perkara kemandirian sikap tokoh-tokoh bangsa ini bukan perkara baru yang sering diangkat ke publik. Pihak penjajah seperti Belanda dan Jepang sekalipun pernah merasakan sengitnya dialog serta perdebatan delegasi bangsa ini dalam berargumentasi untuk mempertahankan prinsip-prinsip pokok serta ideologi negara yang dengan teguh mereka pertahankan. Bahkan tak jarang diantara mereka banyak pula yang rela berkorban sekaligus memasung hasrat pribadinya demi mendapatkan posisi politik Indonesia Dimata internasional. Hingga dari sikapnya itu tentu saja mendatangkan lawan yang secara personal mendapatkan kondisi yang kurang menyenangkan bagi mitra negara lain yang dianggap terlalu menekan dan sulit diajak kompromi.

Persoalan kepiawaian dalam mengkemas politik lokal pun bukanlah perkara baru terjadi terjadi di setiap babak perubahan corak kepemimpinan bangsa ini. Karakteristik tradisi dan budaya indonesia yang kompleks menjadikan generasi indonesia memiliki kematangan politiknya yang luar biasa hingga mampu menggapai akselerasi pada situasi kemajuan dunia yang up to date. Jika selama ini rivalitas partai peserta pemilu yang lolos ke Senayan lebih berfokus pada kekuatan legislatif dan eksekutif hingga terjadi tarik  menarik dalam menjaga kepentingan politik mereka, namun setiap keputusannya tetap saja bisa di kompromikan meski pemerintah dan oposisi sering berbeda pandangan serta tak jarang pula sandungan kerikil yang menghadang harus sama-sama mereka singkirkan.

Kebutuhan untuk mendapatkan figur seorang politisi yang mampu menjembatani berbagai persoalan memang terlihat langka dan masih jarang ditemui. Hadirnya seseorang yang multi talenta serta berkepribadian layaknya seorang negarawan yang memiliki kepedulian, loyalitas terhadap bangsa dan negara, arif dan bijaksana, bersikap adil, memahami seluk beluk pemerintahan seutuhnya serta tidak tercela atau tersandung kasus-kasus tercela termasuk perbuatan korupsi yang menjijikkan, tentu menjadi dambaan banyak pihak. Sebab tak sedikit dari kalangan penguasa saat ini yang terkesan tidak negarawan serta bersikap tidak netral pula dalam berbagai keputusannya. Bahkan para penguasa itu pun disinyalir menggunakan kekuasaannya untuk menyeret oknum lembaga negara lain yang bersifat independen guna memuluskan langkah politik kekuasaan yang diharapkannya.

Proses jalannya demokrasi tak lagi dilakukan secara fair play sebab hampir bisa dipastikan jika semua peserta partai politik yang mengikuti pemilu melakukan money politik yang berbungkus uang transport dan biaya penggantian uang lelah disetiap tingkatan, baik pilkada atau pemilihan legislatif yang berjenjang di kabupaten / kota maupun provinsi bahkan nasional. Cara semacam ini sudah seperti transaksi perdagangan dalam sistem ekonomi yang memberlakukan mata uang sebagai nilai tukar jika seseorang ingin mendapatkan apa yang di inginkan baik berupa barang atau jasa dari pihak lain. Maka, sistem politik yang diterapkan pun hampir sama berlakunya untuk menjadi alat tukar kepentingan melalui transaksi politik yang marak sekarang ini.

Dalam arti luas, politik adalah suatu aktivitas yang di gunakan masyarakat untuk menegakkan peraturan yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Dimana cara mencapai tujuan itu disebut sebagai langkah politik. Ilmu politik bertujuan untuk mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memelihara perdamaian dunia. Namun kita acapkali lupa, bahwa tradisi dan budaya pun menjadi nilai penting untuk dipertahankan bahkan jika perlu dipertukarkan dalam aktifitas kehidupan suatu bangsa. Fungsi kebudayaan adalah untuk mengatur manusia agar dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat guna menentukan sikap dan tingkah laku seseorang dalam berhubungan dengan orang lain dalam menjalankan hidupnya.

Jika selama ini, para pelaku politik sering membagikan atribut keagamaan yang mereka lakukan disetiap ajang kampanye pemilihan, meski hal ini dipertentangkan dari aturan pemilu. Terutama oleh mereka yang berbasis partai Islam yang tentu saja bertujuan meraup suara dari mayoritas muslim disekitar lingkungannya. Toh faktanya tidak semua umat Islam memiliki keinginan yang sama dari cara mereka menggemari busana. Artinya, banyak diantara umat Islam pun menyukai atribut budaya serta menginginkan atribut-atribut tersebut untuk dikenakan dalam kehidupan kesehariannya. Apalagi hal ini semestinya menjadi celah bagi partai-partai nasional untuk menaikkan pamor budaya yang kembali digemari masyarakat Indonesia pada umumnya.

Pada kenyataannya, masyarakat tidak sepenuhnya tunduk kepada dalil-dalil keagamaan. Bahkan tak sedikit pula dari mereka yang menjadi fanatik terhadap ideologi bangsa ini. Bagaimana pun, hubungan Pancasila dan agama adalah hubungan yang saling membutuhkan, dimana agama memberikan peningkatan moral bangsa dimana Pancasila yang menjamin kehidupan beragama agar dapat berlangsung dengan nyaman, tentram dan damai. Sedangkan Pancasila sebagai manifestasi dari kebudayaan yang melahirkan persepsi positif, nilai-nilainya pun berkembang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, budaya merupakan embrio lahirnya Pancasila seutuhnya. Inilah gambaran kehidupan bangsa Indonesia sekarang ini.

Salam Toleransi:
Andi Salim 

Waspada Penjajahan Gaya Baru Bernama ARABISASI

*Waspada Penjajahan Gaya Gaya Baru Bernama Arabisasi*


Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan angkat bicara terkait maraknya kolonialisasi arabisasi di Indonesia yang menurutnya sudah sangat *meresahkan dan membahayakan*

Padahal di Arab Saudi sendiri saat ini sudah berubah menjadi modernisasi di berbagai bidang, bahkan beberapa kebijakan sekuler sudah  diterapkan mulai dari diizinkannya gelaran tari samba, diizinkan wanita berbikini, diizinkan minuman keras hingga pencabutan peran polisi syariat.

Ken mengaku dirinya bukan *rasis anti Arab, sebab kita tidak bisa request lahir negara tertentu, tapi hanya berbicara fakta yang terjadi di masyarakat, banyak juga sahabat yang keturunan Arab yang baik*. 

*Arabisasi* menurut Ken adalah upaya untuk menerapkan budaya Arab pada suatu tempat, pada sebuah kelompok skala kecil atau besar dengan *mengatasnamakan agama*.
Padahal agama masuk ke Indonesia itu, untuk diserap ajarannya, *bukan budayanya*. 

Bahkan dulu, kelompok Arab ini sudah bikin parpol yaitu *Partai Arab Indonesia* yang semula adalah Persatuan Arab Indonesia pada jaman penjajahan Belanda. 

Pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI) juga seorang marga keturunan Arab bernama Dipo Nusantara Al Aidit, Seorang Muslim yang taat dan hafidz quran 30 Juz, ini dibenarkan oleh putranya Ilham Aidit. Menurutnya keturunan marga Al Aidit cukup banyak di Indonesia, terutama di wilayah Sumatera, namun Marga Al Aidit lenyap ditelan bumi setelah ramai kasus G30 S PKI tahun 1965.

Menurut catatan sejarah pada tahun 1960 para Habib keturunan Arab Yaman akan dipulangkan ke negara asalnya oleh Jendral Ahmad Yani atas perintah Presiden Soekarno, ini yang memantik dendam dan kemarahan Al Aidit akhirnya memuncak dan tahun 1965 terjadi gerakan pemberontakan dan penculikan terhadap para jendral, termasuk Jendral Ahmad Yani. 

Pada jaman penjajahan Belanda, kelompok *Arab ini memang men dapatkan tempat yang special dimata penjajah*. 
Bahkan derajatnya diangkat lebih tinggi dari masyarakat biasa. 
*Arab seperti bangsawan dan masyarakat sebagai budak*. 

Bahkan seorang keturunan Arab bernama Habib Utsman bin Yahya diangkat oleh Belanda sebagai *Honorair adviseur (Penasehat Kehormatan) bersama sahabatnya Snouck Hurgronje*.

Hal ini menimbulkan perdebatan dimasyarakat saat itu sebab *Habib Ustman Bin Yahya dan Snouck Hurgronje dianggap penyusup dan pengkhianat umat Islam*
 
Ada 2 Tokoh pimpinan Negara Islam Indonesia (NII) yang juga Pendiri Jamaah Islamiyah yaitu:
*Abu Bakar Baasyir dan Abdulllah Sungkar* 
adalah keturunan Arab. 
Termasuk *Abdul Qadir Hasan Baraja* Tokoh NII yang kini mendirikan ormas Khilafaful Muslimin. 

Menurut Ken, Ada 2 organisasi besar di Indonesia yang menjadi sasaran arabisasi dan *banyak tokoh tokohnya sudah banyak yang terpapar yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah*. 

NU dijajah oleh Kelompok Habib dan Muhamadiyah dijajah Salafi Wahabi dan masing masing kelompok Arab ini juga terpecah belah di antara mereka.

Kelompok Habib bisa masuk ke NU karena dipercaya saat ada keturunan nabi, yang jika mengikutinya akan mendapatkan *surga*. 

Jadi, jika ada wajah *kearab araban* dan mengaku *habib walaupun nasabnya tidak jelas*
maka : dianggap wajib dihormati dan *kasta derajatnya lebih tinggi* dari masyarakat biasa. 

*Padahal tidak ada jaminan keturunan nabi akan masuk surga*.
Bahkan dalam, sejarah di Al Qur'an dijelaskan bahwa: *jangankan cucunya nabi, Istri dan anak Nabi yang merupakan kerabat terdekat divonis neraka kerena durhaka*

Ada doktrin di masyarakat yang menyebut jika mengikuti cucu nabi akan dijanjikan surga. Sebab cucu nabi adalah orang-orang yang dijamin kesuciannya. Kalaupun melakukan kesalahan atau dosa atau maksiat akan diampuni Tuhan.

Bahkan ada habib yang memberikan statemen bahwa :
*Belajar ke satu habib yang bodoh sekalipun itu lebih baik daripada belajar ke 70 orang alim atau kiai* 
Doktrin ini sangat keterlaluan, dan tidak masuk akal. 

Sedangkan kelompok Salafi Wahabi adalah kelompok yang mereka mewajibkan umat Islam mengikuti agama seperti jaman nabi dulu, *kelompok ini kaku dalam beragama*
anti terhadap budaya 
Anti kearifan lokal. 
Tidak segan segan mengharamkan : membid'ahkan. Mengkafirkan orang orang yang diluar kelompoknya. 

*Banyak Artis, Pejabat bahkan aparat TNI Polri*   yang terpapar ajaran Salafi Wahabi, *disebabkan salah mengundang penceramah*. 

Dampaknya adalah : sering terjadi *perpecahan, permusuhan, kedengkian, saling mengkafirkan, menjatuhkan, bahkan saling membunuh diantara umat Islam sendiri yang tidak sepaham dengan mereka*. 

Menurut Ken, 
jika ditelaah lebih dalam, *kolonialisasi arabisasi* adalah upaya copy paste *pergeseran dendam politik konflik Sunni Syiah di timur Tengah ke Indonesia*. 

Kalau konflik Sunni Syiah di timur Tengah itu jika ditelusuri lagi juga ada dendam masa lalu antara pendukung keluarga dan sahabat nabi yaitu Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Ustman bin Affan dan Ali Bin Abu Thalib. 

Kelompok pendukung Aisyah meyebut dirinya Sunni atau Salafi

Pendukung Ali menyebut dirinya sebagai Syiah, dan Syiah ini juga terpecah menjadi beberapa kelompok, ada yg lembut dan ada yang keras. 

Habib di Indonesia mayoritas adalah pendukung Syiah karena mereka adalah garis keturunan dari Ali. 

*Sebagian aliran Syiah* : 
menganggap bahwa kekuasaan yang diraih oleh ketiga khalifah tersebut        *ilegal*.
Karena merebut hak wasiat yang seharus nya diterima oleh Ali. 

Bahkan keributan antar keluarga Nabi dan pendukungnya ini akhirnya menimbul kan peperangan besar antar keluarga Nabi yaitu antara
*Aisyah dan Ali Bin Abu Thalib*, antara istri Nabi dan sepupu sekaligus menantu Nabi.

Harus diingat bahwa 
Sejarah kelam mencatat dengan tinta darah para sahabat Nabi seperti 
Umar Bin Khattab meninggal karena diracun, 
Ustman bin Affan meninggal karena dibunuh saat membaca alquran dan 
Ali Bin Abu Thalib juga meninggal karena dibunuh oleh tokoh umat Islam juga bernama Abdurrahman bin muljam. 

*Sejatinya* mereka ribut dan berperang bukan karena mempertahankan agama, tapi memperebutkan *kekuasaan atas nama agama*

Jika budaya konflik perang tersebut dibawa dan *digeser ke Indonesia dan masing masing kelompok Arab itu juga menyebarkan paham dendam kebencian* nya kepada masyarakat Indonesia maka hal ini yang sangat *berbahaya dan mengakibatkan perpecahan* yang sangat luar biasa

Masyarakat Indonesia dengan budaya luhur  *nusantara sangat terbuka* bagi siapapun. 
Tanpa pandang bulu baik itu *suku, bangsa, ras maupun agama*, semua boleh hidup dan tinggal di Indonesia. 

Betul kata *Bung Soekarno* : Kalau jadi hindu jangan jadi orang India. Kalau jadi orang Islam jangan jadi orang Arab. Kalau kristen jangan jadi orang yahudi, *tetaplah menjadi orang Indonesia, dengan adat dan budaya luhur Nusantara* Tutup Ken.

*Boleh dishare/bagikan*

Kamis, 23 Mei 2024

Kesaksian Actor Terkenal Jim Cavierzel

Kisah Nyata
Kesaksian Jim Caviezel, Pemeran YESUS dalam film 'The Passion of the Christ.

"Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuk saya itu adalah seorang Muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis......

Jim Caviezel adalah aktor Hollywood yang memerankan Tuhan Yesus dalam Film "The Passion Of the Christ". Berikut refleksi atas perannya di film itu.

JIM CAVIEZEL ADALAH SEORANG AKTOR BIASA DENGAN PERAN2 KECIL DALAM FILM2 YANG JUGA TIDAK BESAR. PERAN TERBAIK YANG PERNAH DIMILIKINYA (SEBELUM THE PASSION) ADALAH SEBUAH FILM PERANG YANG BERJUDUL " THE THIN RED LINE". ITUPUN HANYA SALAH SATU PERAN DARI BEGITU BANYAK AKTOR BESAR YANG BERPERAN DALAM FILM KOLOSAL ITU.

Dalam Thin Red Line, Jim berperan sebagai prajurit yang berkorban demi menolong teman-temannya yang terluka dan terkepung musuh, ia berlari memancing musuh kearah yang lain walaupun ia tahu ia akan mati, dan akhirnya musuhpun mengepung dan membunuhnya. Kharisma kebaikan, keramahan, dan rela berkorbannya ini menarik perhatian Mel Gibson, yang sedang mencari aktor yang tepat untuk memerankan konsep film yang sudah lama disimpannya, menunggu orang yang tepat untuk memerankannya.

"Saya terkejut suatu hari dikirimkan naskah sebagai peran utama dalam sebuah film besar. Belum pernah saya bermain dalamfilm besar apalagi sebagai peran utama. Tapi yang membuat saya lebih terkejut lagi adalah ketika tahu peran yang harus saya mainkan. Ayolah…, Dia ini Tuhan, siapa yang bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran Tuhan dan memerankannya? Mereka pasti bercanda.

Besok paginya saya mendapat sebuah telepon, "Hallo ini, Mel". Kata suara dari telpon tersebut. "Mel siapa?", Tanya saya bingung. Saya tidak menyangka kalau itu Mel Gibson, salah satu actor dan sutradara Hollywood yang terbesar. Mel kemudian meminta kami bertemu, dan saya menyanggupinya.

Saat kami bertemu, Mel kemudian menjelaskan panjang lebar tentang film yang akan dibuatnya. Film tentang Tuhan Yesus yang berbeda dari film2 lain yang pernah dibuat tentang Dia. Mel juga menyatakan bahwa akan sangat sulit dalam memerankan film ini, salah satunya saya harus belajar bahasa dan dialek Aramik, bahasa yang digunakan pada masa itu.

Dan Mel kemudian menatap tajam saya, dan mengatakan sebuah resiko terbesar yang mungkin akan saya hadapi. Katanya bila saya memerankan film ini, mungkin akan menjadi akhir dari karir saya sebagai actor di Hollywood.

Sebagai manusia biasa saya menjadi gentar dengan resiko tersebut. Memang biasanya aktor pemeran Yesus di Hollywood, tidak akan dipakai lagi dalam film-film lain. Ditambah kemungkinan film ini akan dibenci oleh sekelompok orang Yahudi yang berpengaruh besar dalam bisnis pertunjukan di Hollywood . Sehingga habislah seluruh karir saya dalam dunia perfilman.

Dalam kesenyapan menanti keputusan saya apakah jadi bermain dalam film itu, saya katakan padanya. "Mel apakah engkau memilihku karena inisial namaku juga sama dengan Jesus Christ (Jim Caviezel), dan umurku sekarang 33 tahun, sama dengan umur Yesus Kristus saat Ia disalibkan?" Mel menggeleng setengah terperengah, terkejut, menurutnya ini menjadi agak menakutkan. Dia tidak tahu akan hal itu, ataupun terluput dari perhatiannya. Dia memilih saya murni karena peran saya di "Thin Red Line". Baiklah Mel, aku rasa itu bukan sebuah kebetulan, ini tanda panggilanku, semua orang harus memikul salibnya. Bila ia tidak mau memikulnya maka ia akan hancur tertindih salib itu. Aku tanggung resikonya, mari kita buat film ini!

Maka saya pun ikut terjun dalam proyek film tersebut. Dalam persiapan karakter selama berbulan-bulan saya terus bertanya-tanya, dapatkah saya melakukannya? Keraguan meliputi saya sepanjang waktu. Apa yang seorang Anak Tuhan pikirkan, rasakan, dan lakukan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membingungkan saya, karena begitu banya referensi mengenai Dia dari sudut pandang berbeda-beda.

Akhirnya hanya satu yang bisa saya lakukan, seperti yang Yesus banyak lakukan yaitu lebih banyak berdoa. Memohon tuntunanNya melakukan semua ini. Karena siapalah saya ini memerankan Dia yang begitu besar. Masa lalu saya bukan seorang yang dalam hubungan denganNya. Saya memang lahir dari keluarga Katolik yang taat, kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga memang terus mengikuti dan menjadi dasar yang baik dalam diri saya.

Saya hanyalah seorang pemuda yang bermain bola basket dalam liga SMA dan kampus, yang bermimpi menjadi seorang pemain NBA yang besar. Namun cedera engkel menghentikan karir saya sebagai atlit bola basket. Saya sempat kecewa pada Tuhan, karena cedera itu, seperti hancur seluruh hidup saya.

Saya kemudian mencoba peruntungan dalam casting-casting, sebuah peran sangat kecil membawa saya pada sebuah harapan bahwa seni peran munkin menjadi jalan hidup saya. Kemudian saya mendalami seni peran dengan masuk dalam akademi seni peran, sambil sehari-hari saya terus mengejar casting.

Dan kini saya telah berada dipuncak peran saya. Benar Tuhan, Engkau yang telah merencanakan semuanya, dan membawaku sampai disini. Engkau yang mengalihkanku dari karir di bola basket, menuntunku menjadi aktor, dan membuatku sampai pada titik ini. Karena Engkau yang telah memilihku, maka apapun yang akan terjadi, terjadilah sesuai kehendakMu.

Saya tidak membayangkan tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada bayangan saya.

Di make-up selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan tetap berdiri, saya adalah orang satu-satunya di lokasi syuting yang hampir tidak pernah duduk. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kostum kasar yang sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal sepanjang hari syuting membuat saya sangat tertekan. Salib yang digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Saat mereka meletakkan salib itu dipundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga.

Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai memaki, menyumpah dan hampir pingsan karena tidak tahan dengan sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa yang sesungguhnya terjadi dan segera memberikan saya perawatan medis.

Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti itu, namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saat dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau saya menolak untuk melanjutkan film itu. Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini. Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat didalam film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya.

Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus. Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan. Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm. Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak kesakitan, bergulingan ditanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan.

Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju, para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung diatas kayu salib, diatas bukit yang tertinggi disitu. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena hypothermia (penyakit kedinginan yang biasa mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya.

Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh depresi. Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari adegan-keadegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia. Saya sungguh hampir gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa. Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar memberi kekuatan bagi saya untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia. Dia bukan sekedar mati, tetapi mengalami penderitaan luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisik maupun jiwaNya.

Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat saya ada diatas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung diatas kami. Tapi Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang diceritakan. Saya ketakutan tergantung diatas kayu salib itu, disamping kami ada dibukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang (setan tidak senang dengan adanya pembuatan film seperti ini). Dan sayapun tidak sadarkan diri.

Yang saya tahu kemudian banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan nama saya, saat saya membuka mata semua kru telah berkumpul disekeliling saya, sambil berteriak-teriak "dia sadar! dia sadar!" (dalam kondisi seperti ini mustahil bagi manusia untuk bisa selamat dari hamtaman petir yang berkekuatan berjuta-juta volt kekuatan listrik, tapi perlindungan Tuhan terjadi disini).

"Apa yang telah terjadi?" Tanya saya. Mereka bercerita bahwa sebuah halilintar telah menghantam saya diatas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan saya dari situ. Tubuh saya menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau saya selamat dari peristiwa itu.

Melihat dan merenungkan semua itu seringkali saya bertanya, "Tuhan, apakah Engkau menginginkan film ini dibuat? Mengapa semua kesulitan ini terjadi, apakah Engkau menginginkan film ini untuk dihentikan"? Namun saya terus berjalan, kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan. Selama itu benar, kita harus terus melangkah. Semuanya itu adalah ujian terhadap iman kita, agar kita tetap dekat padaNya, supaya iman kita tetap kuat dalam ujian.

Orang-orang bertanya bagaimana perasaan saya saat ditempat syuting itu memerankan Yesus. Oh… itu sangat luar biasa… mengagumkan… tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Selama syuting film itu ada sebuah hadirat Tuhan yang kuat melingkupi kami semua, seakan-akan Tuhan sendiri berada disitu, menjadi sutradara atau merasuki saya memerankan diriNya sendiri.

Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan menerima Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh luar biasa. Padahal awalnya mereka datang hanya karena untuk panggilan profesi dan pekerjaan saja, demi uang. Namun pengalaman dalam film itu mengubahkan kami semua, pengalaman yang tidak akan terlupakan.

Dan Tuhan sungguh baik, walaupun memang film itu menjadi kontroversi. Tapi ternyata ramalan bahwa karir saya berhenti tidak terbukti. Berkat Tuhan tetap mengalir dalam pekerjaan saya sebagai aktor. Walaupun saya harus memilah-milah dan membatasi tawaran peran sejak saya memerankan film ini.

Saya harap mereka yang menonton The Passion Of Jesus Christ, tidak melihat saya sebagai aktornya. Saya hanyalah manusia biasa yang bekerja sebagai aktor, jangan kemudian melihat saya dalam sebuah film lain kemudian mengaitkannya dengan peran saya dalam The Passion dan menjadi kecewa.

Tetap pandang hanya pada Yesus saja, dan jangan lihat yang lain. Sejak banyak bergumul berdoa dalam film itu, berdoa menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dalam hidup saya. Film itu telah menyentuh dan mengubah hidup saya, saya berharap juga hal yang sama terjadi pada hidup anda. Amin.

Kata Bijak Politis

Marcus Cicero dari kekaisaran Romawi ( tahun 43 SM ) menulis hal yg bijak sbb :

 1• Orang Miskin.... Kerja, Kerja, Kerja

 2• Orang Kaya.... Mengeksploitasi Orang Miskin

 3• Prajurit..... Melindungi keDua nya

 4• Wajib Pajak..... keTiga nya Membayar

 5• Bankir...... Merampok keEmpat nya

 6• Pengacara...... Menyesatkan keLima nya

 7• Dokter...... Menagih keEnam nya

 8• Para Preman...... Menakut-nakuti keTujuh nya

 9• Politisi...... Hidup Bahagia Karena keDelapan nya

Semua yg ditulis...Berlaku Sampai Detik ini 👌

Senin, 20 Mei 2024

Jembatan Tua

Jembatan terkokoh yang sudah digunakan sejak Tahun 1906 😱🥳🥰
. Jembatan Cikubang ❣️❣️❣️❣️💞💞
.. 
Pesona Jembatan Cikubang sungguh memukau. Dikelilingi oleh alam yang hijau dan sungai yang mengalir dengan gemericik airnya, jembatan ini menawarkan pemandangan yang memesona. Keindahan arsitekturnya, dengan lengkungan yang megah dan kekuatan yang mengagumkan, menambah pesona alaminya. Sebuah tempat yang memikat hati dan menyajikan keindahan alam Indonesia yang tak terlupakan.
Melansir dari Wikipedia, Jembatan Cikubang adalah jembatan kereta api yang menghubungkan jalur kereta api dari Bandung menuju Jakarta. Jembatan ini terletak di Nyalindung, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Jembatan ini memiliki empat pilar baja seberat sekitar 110 ton. Jembatan Cikubang mulai digunakan sejak tahun 1906 dan masih saat ini masih kokoh berdiri dengan tinggi 80 meter dari dasar sungai Cikubang. Pembangunan jembatan ini berkaitan dengan pembangunan jalur kereta api Cikampek-Purwakarta-Bandung yang dimulai antara tahun 1881 – 1884 oleh perusahaan kereta api Staatsspoorwegen (SS). 

Kira-kira kamu pernah lewat jembatan tidak ya
Referensi: Wikipedia
📷by: daniel.dahni (Ig)

Jumat, 17 Mei 2024

Pendidikan Menyedihkan

*Nyesel Gak Ganjar Kalah? Logika Kemendikbud Bikin Geleng Kepala*

by *Xhardy*

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) angkat bicara soal Uang Kuliah Tinggal (UKT) yang ramai dikritik mahasiswa di berbagai daerah. Saya pribadi cukup terkejut dengan UKT yang naiknya 30-50 persen. Dampaknya adalah pendidikan tinggi makin tidak terjangkau bagi sebagian orang. Dan kutukan 'Orang tidak mampu dilarang jadi sarjana' seolah mulai muncul.

Kata Kemendikbudristek, biaya ini tetap diatur karena biaya di Perguruan Tinggi tak bisa digratiskan. Yang diprioritaskan hanya terpusat pada program wajib belajar 12 tahun, mulai dari SD, SMP, hingga SMA.

Setelah SMA, namanya pendidikan tersier. Menurut dis, lulusan SMA atau sederajat yang mau masuk ke perguruan tinggi adalah pilihan dari individu yang bersangkutan.

"Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK, itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan. Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib. Berbeda dengan wajib belajar yang SD, SMP, begitu, ya," kata Tjitjik.

Ini statement paling tidak nyambung yang pernah saya dengar seumur hidup. Benar, pendidikan tinggi itu tersier, tidak termasuk pendidikan wajib, tapi zaman sekarang kalau tidak kuliah, mau jadi apa? Mau kerja apa? Kerja zaman now dikit-dikit harus lulusan sarjana. Itupun sekarang banyak sarjana yang jadi pengangguran karena kurangnya lapangan kerja. Apalagi kalau cuma lulusan SMA, sudah pasti pekerjaannya bergaji kurang dari layak.

Parahnya lagi, pada Januari 2024 lalu, Jokowi kaget (lagi-lagi kaget) dengan data rasio jumlah lulusan S2 dan S3 Indonesia terhadap penduduk produktif. Indonesia kalah dari Malaysia dan Vietnam.

"Saya kaget Indonesia di angka 0,45 persen. Negara tetangga kita, Vietnam dan Malaysia, sudah di angka 2,43 persen. Negara maju 9,8 persen. Jauh sekali," kata Jokowi.

Kaget? Yau mau gimana, biaya kuliah tinggi, banyak yang tidak sanggup, sehingga lulusan S2 dan S3 cuma sedikit. Yang tingkat S1 saja banyak yang menjerit soal biaya kuliah.

Makanya, program makan siang gratis yang katanya Rp 450 triliun setahun lebih baik dialokasikan untuk masalah ini. Mending uangnya untuk pendidikan tinggi gratis atau setidaknya terjangkau. Lah, gimana Indonesia mau maju kalau rata-rata pendidikan rakyat Indonesia masih banyak yang SMA dan ke bawah.

Dengan mindset kayak begini, kalian masih berharap Indonesia Emas 2045? Katanya mau menguasai teknologi, lah lulusannya kebanyakan cuma SMA ke bawah. Gimana menguasai teknologi?

Kalau pendidikan makin tidak terjangkau, SDM kualitasnya bakal rendah, lama-lama jadi banyak, dan mudah dimanipulasi tiap lima tahun sekali. Sudah sadar belum kenapa banyak yang lebih suka makan gratis ketimbang program satu keluarga satu sarjana? Kebangetan kalau tidak tahu.

Bagaimana menurut Anda?

Kamis, 16 Mei 2024

POLITIK

*BRIEF UPDATE*
_BDS Alliance_
*Sabtu, 11 Mei 2024*

*POLITIK*
1.  Pada Pasal 56 Ayat (2) butir c yang tercantum dalam draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang disusun DPR, tercantum larangan media menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi. Menurut Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bayu Wardhana, pasal tersebut jelas merupakan upaya pembungkaman pers, yang jelas bertentangan dengan prinsip kebebasan pers yang sudah diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ia mendesak supaya DPR menghapus pasal tersebut. 

Draf RUU Penyiaran berisikan 14 Bab yang terinci dalam 149 pasal. Komisi I DPR selaku alat kelengkapan dewan yang membahas RUU tersebut, menargetkan pembahasan rampung sesegera mungkin. Menurut anggota Komisi I, Dave Akbarshah Fikarno Laksono, regulasi yang dicantumkan pada pasal di draf RUU Penyiaran, merupakan hal yang penting untuk menjaga bangsa agar tidak terpapar konten-konten negatif. Menurut dia, isi siaran layanan media _streaming_ digital yang menjamur saat ini, kerap memuat konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia. 

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Pemantauan Media Remotivi, Yovantra Arief, menilai RUU Penyiaran itu mengancam kreativitas di ruang digital. Sebab, RUU tersebut berupaya membuat konten digital patuh pada aturan-aturan yang sama dengan aturan televisi konvensional. Padahal, medium dan teknologi di antara dua _platform_ tersebut berbeda. 

2.  Mengenai kabar yang santer menyebut dua mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), berpotensi berpasangan dalam Pilkada DKI November mendatang, Rektor Universitas Paramadina sekaligus pendiri Indef, Profesor Didik J Rachbini, menilai potensi itu sangat mungkin. Alasannya, kata dia, citra politik Anies tidak seperti saat Pilkada DKI 2019. Dalam pemilihan presiden 2024, Anies tampil dengan citra nasionalis religius biasa. Sedangkan, Ahok selama ini dianggap sebagai seorang nasionalis. 

Namun, KPU DKI Jakarta menyatakan, peluang duet tersebut tak mungkin terwujud. Kepala Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU DKI Jakarta, Dody Wijaya, menjelaskan duet Anies-Ahok bakal melanggar UU No. 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota. Pada Pasal 7 ayat 2 huruf O UU itu, melarang gubernur untuk mencalonkan diri menjadi wakil gubernur di daerah yang sama. Dua mantan gubernur itu jika berduet berarti salah satu harus menjadi calon wakil gubernur. Dengan demikian, yang dilarang adalah salah satu, entah Anies atau Ahok.  

3.  Pembawa bendera organisasi terlarang Republik Maluku Selatan (RMS), saat nonton bareng Timnas Indonesia U-23 vs Guinea, merupakan anak seorang anggota Polda Maluku, Aiptu AA. Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Maluku, Kombes Pol Andri Iskandar, mengatakan bahwa pembawa bendera itu masih di bawah umur, 15 tahun, inisial KAL. Setelah diperiksa, anak tersebut dipulangkan. Anak itu mengaku, mendapat bendera tersebut yang tersimpan di meja kerja sang ayah, Aiptu AA. Kemudian, KAL mengikat bendera RMS di sebuah balok kayu dan langsung menancap gas menuju lokasi nonton bareng di kawasan Jalan AM Sangaji, dan mengibarkan bendera itu beberapa kali. Andri mengaku pihaknya akan meminta keterangan sang ayah, Aiptu AA.

4.  Mengenai kabar pemerintahan Prabowo-Gibran bakal menggemukkan kabinet menjadi 40 kementerian, dari kondisi sekarang 34, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang mengatakan, hal tersebut bisa dilakukan dengan merevisi UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Sebab, dalam Pasal 12,13 dan 14 tersebut telah mengatur tentang pembatasan jumlah bidang kementerian, yakni sebanyak 34. Dengan rincian, empat menteri koordinator dan 30 menteri bidang. 

Upaya revisi itu bisa dilakukan pada pemerintahan Jokowi sekarang ini, kata Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra, atau dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) oleh Prabowo, setelah dilantik di sidang umum MPR sebagai presiden pada 20 Oktober mendatang. Kata Yusril, satu menit setelah dilantik, Prabowo berwenang melakukan apa saja yang menjadi kewenangan seorang Presiden.

*HUKUM*
1.  Satgas Operasi Damai Cartenz, pagi ini menangkap terduga pembunuh Danramil 1703-4/Aradide, Lettu (Anumerta) Oktovianus Sogalrey. Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz 2024, AKBP Bayu Suseno, mengatakan terduga adalah anggota KKB bernama Anan Nawipa. Dari tangannya disita ponsel dan SIM Card milik korban, senjata tajam dan buku rekening bank.

Kapuspen TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar, mengecam penembakan itu karena setelah jatuh ditembak, Letda Oktovianus juga diparang. Peristiwa pembunuhan tersebut terjadi pada pada Jumat, (10/42024). Saat itu, Danramil Oktovianus yang sedang mengendarai sepeda motor ditembak dari arah belakang. 

*EKONOMI*
1.  Pengamat ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi, mengkritik perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI). Menurut dia, hal itu tidak sejalan dengan program hilirisasi yang selama ini dikedepankan. Ia mengakui, Presiden Jokowi cukup tegas menghadapi gugatan Uni Eropa terhadap larangan ekspor konsentrat mineral. Namun, kata Fahmy, Indonesia bertekuk lutut di hadapan Freeport. Ia berharap, Jokowi selanjutnya dapat lebih tegas menjalankan hilirisasi.

2.  Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, mengakui pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dihantui faktor eksternal, seperti perang yang terjadi di banyak belahan negara. Namun menurutnya, Indonesia masih bisa mendapatkan keuntungan dari petaka dunia itu. Ketegangan dan krisis membuat investor beralih ke _safe haven,_ sehingga harga emas naik, demikian pula nikel. Selain itu, ekonomi RI masih tumbuh 5,11% yang ditopang konsumsi dalam negeri.

*TRENDING MEDSOS*
Terdapat 20 ribuan pencarian di Google mengenai gempa, yang mengguncang Lumajang, Jawa Timur, hari ini, Sabtu (11/5/2024) pukul 02.34 WIB. Pusat gempa berada di laut, tepatnya 112 km barat daya Lumajang dengan kedalaman 10 km. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, gempa berkekuatan magnitudo 5,2 ini dirasakan hingga wilayah Jember, Kepanjen, Pacitan, Blitar dan Surabaya.

_*HIGHLIGHTS*_
1.  Rancangan UU tentang Penyiaran yang sedang digodok Komisi I DPR, sudah menuai kritik dari pengurus AJI dan Remotetivi. Draf RUU tersebut, dinilai mengandung tujuan untuk membelenggu pers. Apakah ada preseden yang menyebabkan muncul pasal pelarangan penyiaran produk pers berupa investigasi? Ataukah ada pihak-pihak yang merasa terganggu kepentingannya oleh 'kejelian' pers? Jika memang RUU itu bertujuan untuk membelenggu pers, tentu ini merupakan sinyal yang buruk bagi perkembangan kehidupan bernegara kita. Karena itu, sudah seharusnya suara penolakan makin keras dikumandangkan oleh banyak kalangan yang punya perhatian pada demokrasi. 
2.  Ketegasan Presiden Jokowi, tentang kebijakan hilirisasi diuji dengan tetap diperbolehkannya ekspor konsentrat oleh Freeport. Hal ini akan mendorong kebijakan hilirisasi semacam janji politik, yang tidak dipenuhi atau setidaknya hanya kebijakan tebang pilih terhadap usaha-usaha tertentu.

Rabu, 15 Mei 2024

Noken Warisan Dunia

Pesan NOKEN: ICH-NOKEN UNESCO KE-11 thn. Presiden Noken Warisan Dunia utk Komunikasi Kebudayaan Dunia dari Benua PAAPAA MEUWOMAKIDA. Sampaikan: Selamatkan Manusia, flora, fauna, keragaman hayati, ekosistem, dlm noken ekologis kehidupan Kita tanpa berhati pemusna keutuhan kehidupan di tanah planet bumi🌎kehidupan kini & esok. Mari Bersama Selamatkan dari PENGARUH IKLIM & PEMANASAN GLOBAL🌎🌍🌏
IDE. BIDA. ttd Titus P. Agiyadokii 🙏uNESCO Paris 4 Desember 2012 - Tanah Papua 4 Desember 2023.🤝

Minggu, 12 Mei 2024

Apa Yang Bisa,dan Seharusnya Dilakukan Presiden Jokowi.

JIKA SESEORANG MENJADI PRESIDEN SEPERTI JOKOWI APA YANG BISA DILAKUKANNYA
Penulis : Andi Salim

Seorang yang menduduki jabatan selaku Presiden harus mampu bekerja dibawah payung hukum dan konstitusi. Meski pendefinisian hukum sulit ditemukan oleh karena pengertian hukum yang tidak presisi terhadap kenyataan. Dimana para ahli hukum pada umumnya memberikan definisi sesuai selera masing-masing atas objek penelitian mereka. Padahal, kesimpulan tentang ini tentu tidak terlepas dari situasi dan kebudayaan dalam penelitiannya. Namun, Secara leksikal, sebagaimana dimuat tayangan HukumOnline.com, bahwa hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat serta dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah yang meliputi aturan berupa undang-undang serta peraturan yang terkait.

Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara berupa kumpulan peraturan yang membentuk dan mengatur pemerintah dalam suatu negara. Konstitusi tentu memiliki makna yang lebih luas dari pada berlakunya seperangkat UUD. Sebab Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis. Secara umum fungsi undang-undang dalam suatu negara adalah sebagai pengatur masyarakat, sekaligus untuk membatasi kekuasaan, sedangkan tujuan dibentuknya sistem Konstitusi adalah untuk mencapai keadilan, ketertiban, dan perwujudan nilai-nilai ideal ditengah masyarakat, seperti kemerdekaan, kebebasan dalam hal tertentu, kesejahteraan, serta kemakmuran bersama.

Mengendalikan kekuasaan dengan pembatasan UU dan Konstitusi tentu tidaklah mudah. Selain ruang geraknya yang terbatas dan dibatasi, berbagai ide dan gagasan pun harus disesuaikan dengan hukum dan konstitusi yang menjadi pengekangnya. Walau sering terdapat penyimpangan atas suatu kebijkan itu terjadi oleh karena anggaran yang minim dan terbatas sehingga seorang pemimpin perlu mengambil sikap sebagai jalan pintas yang dianggap sesuai dengan intuisi dan kreatifitasnya, namun pada anggaran yang besar dan dirasakan cukup, hal itu tentu saja menutup celah permakluman / exception guna diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya. Apalagi terhadap kepemimpinan sebuah negara yang bersifat kompleks.

Kepemimpinan seorang Presiden harus melandasi pemikirannya pada inti kebutuhan masyarakat yang seharusnya diejawantahkan. Sebab terdapat hal pokok yang secara tegas menyebutkan sebagaimana Pasal 33 ayat (3) bahwa, "bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Tentu saja kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh setiap pemimpin negeri ini tidak boleh merubah posisi penting terhadap penerapan pasal ini, sekaligus tidak pula diperkenankan menggeser, menukar, apalagi menggantikannya dengan wacana atau opini lain sekalipun pengecualian terhadap hal itu dianggap penting dan mendesak.

Skala prioritas utama itu kini tidak lagi menjadi prinsip dasar yang semestinya disikapi oleh siapapun pemimpinnya negeri ini. Pengertian Kemakmuran merupakan suatu keadaan yang berkembang, berkemajuan, memiliki keberuntungan baik dan atau memiliki status sosial yang sukses. Dimana kata kemakmuran ini sering kali diartikan sebagai kekayaan dan atau Kesejahteraan yang merupakan sebuah tata kehidupan sosial, material maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman diri, setiap warga negara untuk dapat melakukan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri mereka sendiri, rumah tangga, serta hak-hak masyarakat secara luas.

Jika kita menyimak pemikiran dari salah satu bapak pendiri bangsa kita yaitu Muhamad Hatta yang pernah menyampaikan bahwa "kemakmuran rakyat-sentris" yaitu mendahulukan tercapainya kemakmuran rakyat banyak. Sehingga segala eksplorasi dan eksploitasi dari kekayaan alam, baik minyak, gas bumi, timah dan sebagainya, termasuk yang terdapat di darat maupun di laut atau lepas pantai, boleh saja dikerjakan oleh swasta, jika negara belum berdaya sepenuhnya untuk melakukan pemanfaatan akan hal itu, namun kesemuanya itu harus dipergunakan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat seutuhnya dan sekali-kali tidak untuk kemakmuran dan kemewahan terhadap segelintir elite yang berkuasa.

Alih-alih masyarakat berharap agar pemerintah melakukan tindakan paripurna, dimana tindakan ini diartikan sebagai kebijakan yang penuh, lengkap, atau sempurna untuk menggambarkan sesuatu yang tak kurang atau mengurangi dalam eksploitasi dan eksplorasi kekayaan alam demi pemenuhan tugasnya yang memerankan kekuasaannya terhadap semua unsur atau bagian yang terkait untuk mencapai tujuan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagaimana pasal 33 ayat 3 diatas. Faktanya, para penguasa itu justru sibuk memperkaya diri dan memperlihatkan eksplorasi kata-kata mereka untuk dijadikan alasan atau tindakan dalam memperkaya diri dan kroninya hingga merugikan keuangan negara.

Dalam prakteknya pun mereka tak segan-segan memanfaatkan sumber daya masyarakat atas jumlah penduduk Indonesia yang banyak ini untuk dijadikan strategi dalam rencana eksploitasi politik mereka guna mempertahankan kekuasaannya secara terus menerus sehingga mengakomodasikan pengerahan politik masyarakat dari penggunaan sarana kekayaan negara dengan tujuan agar memastikan pundi-pundi kemenangan elektoral yang mereka kuasai. Maka, menjadi tidak heran jika bantuan sosial dan kebijakan subsidi pemerintah dengan nilai anggarannya yang besar itu pun tak luput sebagai sasaran yang mereka kuasai. Termasuk mengeset dan menggantikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat itu untuk dikesampingkan.

Hal itu dapat dilihat dari besaran anggaran Kementerian dan Lembaga tahun 2024 ini, dimana terdapat 10 Kementerian dan Lembaga yang sebenarnya tidak mencerminkan pada upaya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara langsung. Bahkan besaran anggaran yang disiasati pemerintah untuk pembiayaan anggaran negara tahun ini semakin jauh dari harapan terhadap tercapainya tujuan itu. Tidakkah dari komposisi anggaran tahun 2024 ini merefleksikan semakin terasa jauhnya harapan kemakmuran rakyat yang bisa dirasakan secara langsung. Lihat saja di urutan pertama ditempati oleh kementerian PUPR dengan besaran anggaran mencapai 146,98 triliun. 

Sedangkan diurutan kedua ditempati oleh Kementerian Pertahanan 135.44 triliun, ketiga ditempati oleh Kementrian Pendidikan Riset dan Technologi 97.70 triliun, keempat ditempati oleh Kementerian Kesehatan 90.27 triliun, kelima ditempati kementerian Sosial 79.19 triliun, keenam Kementerian Agama 72.16 triliun, ketujuh Kementerian Keuangan 48.35 triliun, selanjutnya kedelapan kementerian Perhubungan 38.47 triliun, kesembilan Komisi Pemilihan umum sebesar 28.36 triliun, kesepuluh Kementerian Hukum dan HAM 18.39 triliun. Apakah hal ini menunjukkan bahwa seorang Presiden bisa diduga tidak perduli pada tujuan kemakmuran rakyat sebagaimana pasal 33 ayat 3 yang semestinya merupakan refleksi dari segenap kebijakannya.

Bahkan dalam kebijakan anggaran ini, begitu terlihat jelas betapa Presiden lebih perduli pada eksistensi Pemilihan Umum yang notabenenya terkait dengan perhelatan kekuasaan melalui kepesertaan masyarakat guna mengambil sisi legitimasi pada kedudukan jabatan politik yang akan diraihnya. Dimana besaran penempatan anggaran yang diperoleh KPU mencapai 28.36 triliun. Pengesahan APBN tahun 2024 ini pun telah disetujui DPR dimana pendapatan negara ditetapkan sebesar 2.802.3 triliun, sedangkan belanja negara mencapai 3.325.11 triliun, sehingga defisit anggarannya mencapai 522,8 triliun. Walau target pertumbuhan sebatas 5,2% dan bayang-bayang inflasi masih menghantui kekhawatiran masyarakat dari kenaikan harga bahan pokok mencekik mereka saat ini.

Dibalik utang pemerintah per-maret 2024 mencapai 8.262.10 triliun, kita masih belum melihat adanya penanganan yang serius terhadap sektor pertanian maupun sektor kelautan sebagai side efek bagi ketahanan ekonomi nasional. Walau pada sektor UMKM kita dirasakan memiliki peluang yang baik, namun jika tidak ditopang ketahanan pangan, maka lambat laun ketergantungan akan import bahan-bahan pangan ini akan menghempaskan keuangan negara. Bahkan tak jarang, terbukanya peluang import bahan pangan ini sering dijadikan sandera guna mendapatkan persetujuan perundingan yang dipaksakan bagi kepentingan negara lain terhadap Indonesia. Disinilah perlunya kemandirian bangsa sesungguhnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat, Salam Toleransi. #Andisalim #GTI #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏

Jumat, 10 Mei 2024

Memberdayakan Masyarakat Yang Tak Berdaya

MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT YANG TAK BERDAYA MELALUI PELAYANAN KONSULTATIF TERPADU
Penulis : Andi Salim

Sejak dahulu kala warung tradisional adalah warung yang menyediakan aneka kebutuhan sehari-hari masyarakat yang berada di pemukiman atau perkampungan masyarakat. Warung tradisional atau toko kecil ini sering dikelola oleh rumah tangga sebagai pelaku / pedagangnya dengan menyediakan barang kebutuhan yang bersifat terbatas dengan memanfaatkan ruang yang tidak terlalu luas dari pekarangan atau posisi bagian depan rumah agar tidak berada jauh dari rumah yang ditempati demi memudahkan pelayanan dan sekaligus usaha sampingan demi menopang tambahan penghasilan demi mencukupi ekonomi keluarga. 

Pengelolaannya yang sangat sederhana dan mengandalkan pasokan atau pembelian dari pasar tradisional maupun Agen penjualan menjadi tumpuan dari warung tradisional ini dalam memperoleh barang dagangan yang dijajakan. Keberlangsungan warung tradisional sudah sejak lama mengalami tekanan dari hadirnya pasar ritel modern. Kebijakan pemerintah daerah yang mengizinkan hadirnya pasar retail modern, tentu membuat warung tradisional ini semakin tersudutkan baik eksistensi keberadaannya, mau pun sarana penunjang lain yang saat ini sudah tidak relevan lagi.

Sehingga warung tradisional ini dengan mudah dikalahkan oleh masuknya pasar retail modern yang memiliki konsep dan pengendalian management serta infra struktur yang kuat. Guna menunjang keberadaan warung tradisional ini, dibutuhkan kemauan dan sikap pemerintah yang Pro terhadap usaha sampingan masyarakat agar kesejahteraan rakyat tidak selalu menjadi benalu bagi disparitas pendapatan dari ruang formal yang sulit diperoleh pada kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan dengan usaha mandiri yang bersifat UKM ini. 

Oleh karena itu keberadaannya perlu didorong dengan membentuk perangkat kebijakan yang menjaga keberlangsungannya, mulai dari aspek pengelolaannya, sumber barang yang menyediakan harga yang kompetetif serta struktur pembiayaannya yang relatif memadai agar wujud dan penampilannya juga hadir sebagai new konsep yang berdaya saing kuat. Sebab jika tidak, gempuran pasar modern ini telah mengepung keberadaan mereka dengan ekspansi pembukaan gerainya yang luar biasa ke wilayah-wilayah yang berdekatan dengan pemukiman warga masyarakat yang justru selama ini merupakan ladang bagi eksistensi warung tradisional tersebut.

Jika pemerintah masih tutup mata dan membiarkan persoalan ini terus berlangsung, maka dampak langsungnya adalah lemahnya aktifitas UKM dari tutupnya warung tradisional ini, padahal dibalik usaha warung tradisional ini terdapat mata rantai lain berupa penjualan konsinyasi atau barang dagangan yang dititip oleh warga sekitar lain yang juga ikut menikmati keuntungan penjualan sehari-hari. Selain itu, dampak jauh dari hal ini adalah lemahnya kemampuan dan daya beli masyarakat sehingga pada akhirnya  memperbesar subsidi guna menunjang kebutuhan hidup yang akan menjadi persoalan pemerintah pula akhirnya.

Semestinya pemerintah pusat dan daerah melihat persoalan ini secara jernih dan melakukan evaluasi dari keberadaan warung tradisional ini sebagai kegiatan yang harus terus digalakkan, sebab usaha ini tidak saja mendatangkan dampak positif bagi ekonomi masyarakat, namun juga merupakan sarana interaksi sosial yang sering membantu, apalagi bagi kebutuhan yang bersifat mendesak dimana masyarakat dapat berhutang demi pemenuhan makan keluarga yang pada kondisi tertentu sangat sulit diperoleh.

Upaya memberdayakan usaha masyarakat harus terus digalang, pengentasannya bukan hanya melihat dari sisi permodalannya namun konsultasi dan pelayanan serta pola jemput bola untuk memperoleh informasi dari konsultasi dilapangan sebagai sarana pelayanan terpadu akan membantu guna memperoleh kepastian persoalan yang mereka hadapi. Sehingga konsep dan program yang akan digulirkan adalah benar-benar terarah dan tepat sasarannya. Baik dari sisi operasionalnya, sistem keuangannya atau pun new konsep yang akan digerakkan bagi bagkitnya usaha ini.
#Andisalim #jkwguard
#Toleransiindonesia
Mari kita suarakan💪

Wajah Umat Versus Sikap Generasi Yang Tak Acuh Pada Budaya Bangsa

WAJAH UMAT VERSUS SIKAP GENERASI YANG TAK ACUH PADA BUDAYA BANGSA
Penulis : Andi Salim

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk muslim di Indonesia sebanyak 237,53 juta jiwa per 31 Desember 2021. Jumlah itu setara dengan 86,9% dari populasi tanah air yang mencapai 273,32 juta orang. Posisi kedua ditempati oleh penduduk beragama Kristen sebanyak 20,45 juta jiwa, dan seterusnya. Namun islam pun menjadi agama terbesar di dunia yang menempati urutan kedua. Di sejumlah negara seperti Maladewa atau Maldives, Mauritania, dan Arab Saudi yang mana kebanyakan penduduknya memeluk agama Islam.

Namun apakah hanya agama yang dicatatkan sebagai pijakan dari suatu proses hitungan dari eskalasi kependudukan kita, tentu saja tidak. Sebab Kemendikbud mencatat, karya budaya yang telah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda Indonesia tercatat berjumlah 1.239 hingga 2020. Budaya yang meliputi seni pertunjukkan, tradisi dan ekspresi lisan, adat istiadat, pengetahuan alam, kerajinan, dan perayaan lokal adalah corak bangsa yang tak kalah pentingnya untuk dicermati. Dalam APBN 2017 saja, Kemendikbud mendapat plafon Rp 32 triliun dari yang sebelumnya Rp 43,6 trilyun pada 2016 silam.

Namun alokasi anggarannya masih tercampur dengan sektor pendidikan yang sebenarnya menyulitkan budaya tersebut tumbuh secara signifikan. Sebab bagaimana pun budaya merupakan cara hidup yang berkembang serta dimiliki secara bersama oleh sekelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari berbagai unsur yang rumit, termasuk sistem keyakinan, politik, adat istiadat, perkakas, bahasa, bangunan, pakaian, serta karya seni yang harus dipertahankan kelestariannya. Tentu saja kelompok budaya ini harus dicermati secara sungguh-sungguh, apalagi pemerintah tidak memiliki data yang pasti dari jumlah masyarakat yang menjadi pegiat budaya ini.

Sehingga wajar jika saat ini kita dapati bahwa pelaku budaya yang semakin terkikis baik keberadaan budaya itu sendiri atau beralihnya profesi budaya yang selama ini semestinya dipertahankan. Dari politik anggarannya, maka sesungguhnya pemerintahlah yang menjadi penyebab surutnya apresiasi terhadap budaya-budaya daerah, maka tak dapat dipungkiri bahwa budaya kita telah banyak kehilangan rohnya dari aspek-aspek budaya yang menjadi satu kesatuan antara prosesi ritualnya dengan tradisi-tradisi yang menyelimuti keberadaan budaya itu sendiri. Termasuk artefak-artefak yang penting didalamnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian mengatakan kenaikan anggaran Direktorat Jenderal Kebudayaan 30 persen pada tahun 2020 menjadi Rp1,8 triliun harus menghasilkan capaian target yang signifikan. Besaran anggaran Kemendikbud Tahun 2020 sebesar Rp 70,72 triliun bukan merupakan alokasi anggaran yang terbilang kecil, namun dari besaran yang dialokasikan kepada Dirjen kebudayaan tentu angka itu terbilang sangat kecil dengan target pencapaiannya yang harus maksimal, dimana perawatan bangunan cagar budaya dan lain sebagainya tentu akan menjadi sulit dipertahankan.

Saat ini baru terasa dampaknya, bahwa naiknya suhu intoleransi yang dibawa oleh gaya konservatisme agama dengan menyeret agama kedalam kancah politik tentu memperlihatkan wajah prilaku bangsa yang tidak lagi berpijak pada aspek kebudayaan. Bahkan generasi muda pun telah banyak menampakkan sikap fanatisme beragama yang berlebihan dan semakin marak pula dari mereka meninggalkan atribute kebudayaannya untuk digantikan dengan simbol-simbol keagamaan. Kenyataan ini menampakkan bahwa gairah apresiasi budaya yang ditanamkan kepada nilai-nilai keaslian bangsa kita telah begitu merosot menuju kepunahannya.

Bagaikan mewariskan sebuah tahta, maka para budayawan kita hanya menggantungkan harapannya kepada mekanisme politik, termasuk politik anggaran yang dijalankan pemerintah demi keberadaan mereka yang dirasakan kurang mendapatkan perhatian yang serius. Betapa saat ini, justru banyak dari kita yang meletakkan label nasionalisme itu kepada pundak partai politik, dimana sesungguhnya sikap Nasionalisme itu semestinya berada pada tangan-tangan kebudayaan yang menjadi sentral pertahanan dari cikal bakal berbangsa dan berbudaya. Jika kondisi ini terus terjadi, dengan sendirinya sikap fanatisme agama yang cenderung menjadi ekstrim akan digenggam oleh segenap generasi muda bangsa kita.

Hadirnya para penceramah yang tidak memiliki sertifikasi sebagaimana yang diharapkan pemerintah, akan mempercepat gelombang pergeseran generasi kita kearah tindakan radikal ekstrimisme untuk meruntuhkan eksistensi nasionalisme yang sepatutnya perlu dipertahankan. Apalagi penegakan dan penyebaran ideology pancasila yang tidak lagi memancarkan kegairahan bagi putra-putri bangsa saat ini, tentu saja pada akhirnya akan meredupkan pilar-pilar kebangsaan yang pada gilirannya menjadi sasaran untuk ditekan, diseret, bahkan kalau perlu dipunahkan.

Negara harus mampu mengakhiri benturan agama dan kebudayaan, serta sedapat mungkin menurunkan tensi ini kearah perimbangan yang sama pentingnya, baik secara institusi atau pun pengakuan keberadaannya, sehingga bidang kebudayaan harus menjadi kementrian tersendiri dan tidak lagi perlu digabung-gabung dengan sektor lain, oleh karena merekalah yang sesungguhnya jati diri bangsa ini. Persoalan kearah ini harus dilihat secara jernih dengan proses perenungan yang mendalam, sebab baik agama maupun budaya adalah sektor-sektor negara yang sama pentingnya, tanpa agama rakyat akan memiliki bathin yang kering, namun tanpa budaya pun rakyat akan terlihat tidak memiliki adat istiadat sebagai jati diri bangsa

#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏

Perlawanan Terhadap Intoleransi

PERLAWANAN TERHADAP INTOLERANSI BELUM USAI JIKA TIDAK BERKONTRAKSI PADA PENERAPAN TOLERANSI DISELURUH WILAYAH NKRI
Penulis : Andi Salim

Hasil survei indeks kerukunan umat beragama yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan  Kementrian Agama, menyebutkan bahwa  dalam survei tersebut terdapat beberapa faktor penentu indeks, yang berisi korelasi hubungan antara pendidikan, pendapatan, dan peran Kementerian Agama terhadap sikap kerukunan beragama di Indonesia pada 2019.

Presiden Joko Widodo pun buka suara terkait indeks kerukunan umat beragama di sejumlah kota besar yang di bawah rata-rata nasional tersebut. Beliau mengatakan sudah merupakan kewajiban semua orang agar menjaga kerukunan antarumat beragama. Unkapannya tersebut tentu berkaitan dengan hasil survey dari kementerian Agama Republik Indonesia yang merilis Indeks Kerukunan Umat Beragama 2019. Dimana hasilnya skor kerukunan umat beragama seluruh wilayah Indonesia berada di angka 73,83. Tentu saja angka ini menjadi perhatian serius.

Kesadaran toleransi adalah kunci perdamaian yang patut dijaga. Berbagai budaya yang dimiliki oleh setiap wilayah menjadi fakta keragaman dan keunikan yang berbeda satu sama lain. Namun perbedaan keyakinan, ras, warna kulit tersebut tentu menjadi ciri khas yang harus disadari oleh setiap golongan. Sehingga tidak boleh ada pihak yang menghalangi tumbuh dan berkembangnya sikap toleransi ini.

Sebab hanya dengan sikap bertoleransi yang akan mencegah terjadinya diskriminasi, baik dalam bentuk sosial maupun budaya yang akan menjaga keutuhan persaudaraan, tanpa memandang perbedaan. Oleh karenanya kata kunci toleransi ini adalah keniscayaan bagi bangsa yang majemuk dengan berbagai latar belakang suku, agama dan ras seperti Indonesia ini sangat dibutuhkan sebagai solusi bagi sesama masyarakat Indonesia agar bisa saling membantu satu sama lainnya tanpa memandang perbedaan tersebut.

Guna melakukan penerapan Toleransi yang baik, perlu diajarkan kepada semua pihak akan pentingnya diketahui bahwa :

1. Bersikap Arif dan Bijaksana dalam menerima semua perbedaan.
2. Tidak melakukan tindakan Diskriminasi terhadap teman yang berbeda keyakinan.
3. Tidak memaksakan orang lain dalam hal keyakinan / Agama.
4. Menjunjung tinggi kebebasan orang lain untuk memilih keyakinan (agama).
5. Menghormati pihak lain yang berbeda keyakinan / Agama ketika mereka beribadah.
6. Tetap menjaga silaturahim dan bergaul dengan bersikap baik kepada orang yang berbeda keyakinan / Agama.
7. Tidak melakukan perdebatan dan mempertentangkan esensi dari perbedaan keyakinan / Agama ditengah pergaulan.

Negri kita begitu bangganya sebagai negri yang mampu menerapkan sikap toleransi yang baik, walau indeks kearah sana masih cenderung lemah  hal itu dibuktikan oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang berharap India dapat meniru Indonesia sebagai sama-sama negara majemuk. Indonesia bisa menjadi acuan bagi India dalam membangun toleransi dan moderasi dalam beragama. Hal tersebut disampaikan Ma'ruf berkaitan dengan konflik yang terjadi di India setelah terbitnya Undang-Undang Kewarganegaraan yang kontroversial.

Tidakkah hal ini menjadi perhatian yang patut kita cermati, bahwa negri kita dikatakan rukun dan damai, bahkan patut ditiru oleh bangsa lain didunia. Lalu bagaimana jika negara lain itu malah melihat persoalan ini lebih dalam dan justru menemukan bangsa kita malah masih bertikai dan menampakkan hasil pada kelemahan indeks toleransi yang sebaliknya.
#Toleransiindonesia #Andisalim #jkwguard
Mari kita suarakan💪

Meredam Aksi Intoleransi

MEREDAM AKSI INTOLERANSI MELALUI PEMBINAAN APARATUR DESA
Penulis : Andi Salim

Ada suatu fakta yang mungkin banyak dirasakan terjadi disekitar kita. Apakah itu datangnya dari kesewenangan perilaku orang tua terhadap anaknya, guru terhadap muridnya, atasan dengan bawahannya, pemerintah dengan masyarakatnya, tokoh agama dengan para umatnya dan lain sebagainya. Dari situasi ini mendatangkan sikap yang acuh tak acuh antara satu dan lainnya hingga berbuntut pada disharmonisasi hubungan bagi kedua belah pihak. Jika sudah begini, maka rangkaian persoalan lain tentu akan merembet pada tindakan, ucapan, sikap dan perilaku dari masing-masing pihak pihak, hingga menyebabkan ketegangan yang semakin memperuncing keadaan.

Aksi saling cuek dan tidak perduli antara satu dengan lainnya terhadap dampak atas sikap dan perilaku semacam ini tentu semakin mengendap dan pada gilirannya akan menampakkan rasa ketidakpuasan dari masing-masing individu. Bahkan tak jarang berbuahkan sikap yang intoleran pada hubungan yang semestinya harmonis ini, walau eskalasi kerusakannya baru sebatas tingkat permulaan. Kesenjangan yang ditimbulkan menjadi bibit keretakan bahkan tak jarang pula sekiranya para pihak yang terlibat pada interaksi damage semacam ini menampakkan reaksi saling menolak terhadap keberadaan masing-masing.

Kasus pembubaran doa rosario yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswi Unpam dengan melibatkan rekan-rekan Katolik mereka hingga berdampak pada kekerasan sebagaimana yang menjerat ketua RT dan 3 oknum warga lainnya dimana kasus tersebut saat ini telah ditangani oleh Kapolres Tangerang Selatan dengan meninjau tempat kejadian perkara di jalan Ampera RT 007 /RW 002, Kel. Babakan, Kec. Setu, Kota Tangerang Selatan, pada hari Minggu tanggal 5 Mei 2024 kemarin, tentu menjadi viral oleh karena beragamnya penilaian dan kesimpulan atas persoalan yang melibatkan pihak aparatur desa selaku ketua RT di wilayah setempat.

Banyak pihak yang meragukan pola penyelesaian pada kasus semacam ini. Sekalipun perangkap hukum telah lengkap dengan beragam UU yang bisa menjerat pelakunya, Toh pada akhirnya hanya sebatas penyelesaian damai hingga melepaskan para pelakunya yang tidak kunjung tersentuh oleh hukum sebagaimana kasus-kasus serupa lainnya yang pernah terjadi dibeberapa kawasan tanah air. Termasuk upaya pendekatan politik yang sesungguhnya akan semakin terlihat sulit oleh karena kasus intoleransi sering menarik perhatian masyarakat yang bisa saja menimbulkan dampak Horizontal dari perkembangan situasi pasca kejadian yang menyelimutinya.

Apakah kasus diatas bisa dinilai sebagai kasus intoleransi antar golongan agama layaknya antara umat Islam dan umat katolik dalam konteks memerankan status mayoritasnya hingga menekan kelompok minoritas agar tidak boleh beribadah semaunya, seperti layaknya umat Islam yang bisa secara bebas dalam melakukan aktifitas tersebut sekalipun dirumahnya masing-masing. Pada hal, kebutuhan tentang hal itu menjadi sangat penting mengingat adanya serangkaian aktifitas ibadah bagi para umat Kristiani yang merupakan tradisi doa bersama sekaligus melakukan silaturahmi keliling yang mereka lakukan secara bergiliran sebagaimana tradisi ukhuwah Islamiyyahnya guna menjaga persaudaraan seiman, termasuk acara penghiburan bagi keluarga mereka yang telah meninggal dunia layaknya Tahlilan bagi umat islam pada umumnya.

Pembubaran paksa sebagaimana kasus diatas justru menjadi aneh manakala aparatur desa seperti Ketua RT justru terlibat sebagai pelaku kasus Intoleransi tersebut. Sekalipun publik harus bisa menahan diri agar pada kasus ini tidak serta merta menilainya sebagai kasus intoleransi antara umat beragama sebagaimana penulis sebutkan diatas, melainkan kasus antara aparatur desa yang semestinya dibawah kendali pemerintah Kota Tangerang Selatan. Tentu saja hal ini dipandang sebagai lemahnya pengetahuan dan wawasan dalam menjaga sosial kemasyarakatan, khususnya yang terkait dengan penerapan sikap toleransi beragama ditengah pengendalian lingkungan sekitarnya.

Dalam kapasitasnya selaku pengguna anggaran, tentu mudah saja bagi pemerintah Kota Tangerang selatan untuk membekali aparaturnya guna menjalankan instruksi dan pedoman kerja dibawah payung UU yang harus melandasi sikap dan pola kerja bagi seluruh jajaran aparatur terkecilnya sekalipun. Bahwa, setiap RT dan RW harus di upgrade melalui Test Wawasan Kebangsaan, sekaligus mematuhi dan menerapkan aturan sesuai dengan perintah dan larangan dari apa yang semestinya berlaku hingga mereka memahami jenjang dan hirarki ketentuan tersebut. Tentu saja masyarakat Tangsel bisa berharap dari Legislatif yang telah dimenangkannya untuk menagih janji mereka agar usulan ini secara nyata bisa diterapkan.

Persoalan kriminalisasi yang berbungkus agama sama sulitnya dengan melihat persoalan kriminal yang mengatasnamakan ketidakadilan atas kebijakan pemerintah. Sehingga mengakibatkan tindakan dan perlakuan anarkis seolah-olah diluar kendali hingga menjadi persoalan pihak-pihak yang terkait pada hal-hal lainnya. Persoalan kriminal bisa datang dari berbagai sisi, hal itu bisa saja datangnya dari kriminal politik dalam artian melindungi kepentingan politik, dan ada juga bersifat kriminal sosial dalam artian melindungi kepentingan atas eksistensi kelompok tertentu, serta bentuk kriminalisasi lainnya, seperti ekonomi dalam konteks melindungi dominasi atas penguasaan pasar dan parkiran atau yang lebih tinggi dari tingkatan itu semua. 

Disinilah fakta yang seharusnya menjadi alasan pemikiran masyarakat, bahwa keberadaan aksi kriminal ini memang nyata ada disekitar kita saat ini. Oleh karenanya, jangan aneh kalau para pelaku kriminal ini telah muncul diberbagai kesempatan bahkan telah diakomodir ke dalam suatu wadah hingga membentuk organisasi yang begitu tampak kuat hingga mengkhawatirkan masyarakat pada umumnya. Tajuk yang berjudul "Walikota Tangsel Gak Tahu Menahu Mahasiswa Katolik Berdoa Digeruduk Warga" sebagaimana yang mereka muat tertanggal 7 Mei 2024 kemarin, tentu tidak sepenuhnya benar, oleh karena semua aparat pastinya telah berkoordinasi tentang hal ini, sehingga pemberitaan ini perlu diluruskan.

Semoga tulisan ini bermanfaat, Salam Toleransi. #Andisalim #GTI #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India