Minggu, 12 Mei 2024

Apa Yang Bisa,dan Seharusnya Dilakukan Presiden Jokowi.

JIKA SESEORANG MENJADI PRESIDEN SEPERTI JOKOWI APA YANG BISA DILAKUKANNYA
Penulis : Andi Salim

Seorang yang menduduki jabatan selaku Presiden harus mampu bekerja dibawah payung hukum dan konstitusi. Meski pendefinisian hukum sulit ditemukan oleh karena pengertian hukum yang tidak presisi terhadap kenyataan. Dimana para ahli hukum pada umumnya memberikan definisi sesuai selera masing-masing atas objek penelitian mereka. Padahal, kesimpulan tentang ini tentu tidak terlepas dari situasi dan kebudayaan dalam penelitiannya. Namun, Secara leksikal, sebagaimana dimuat tayangan HukumOnline.com, bahwa hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat serta dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah yang meliputi aturan berupa undang-undang serta peraturan yang terkait.

Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara berupa kumpulan peraturan yang membentuk dan mengatur pemerintah dalam suatu negara. Konstitusi tentu memiliki makna yang lebih luas dari pada berlakunya seperangkat UUD. Sebab Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis. Secara umum fungsi undang-undang dalam suatu negara adalah sebagai pengatur masyarakat, sekaligus untuk membatasi kekuasaan, sedangkan tujuan dibentuknya sistem Konstitusi adalah untuk mencapai keadilan, ketertiban, dan perwujudan nilai-nilai ideal ditengah masyarakat, seperti kemerdekaan, kebebasan dalam hal tertentu, kesejahteraan, serta kemakmuran bersama.

Mengendalikan kekuasaan dengan pembatasan UU dan Konstitusi tentu tidaklah mudah. Selain ruang geraknya yang terbatas dan dibatasi, berbagai ide dan gagasan pun harus disesuaikan dengan hukum dan konstitusi yang menjadi pengekangnya. Walau sering terdapat penyimpangan atas suatu kebijkan itu terjadi oleh karena anggaran yang minim dan terbatas sehingga seorang pemimpin perlu mengambil sikap sebagai jalan pintas yang dianggap sesuai dengan intuisi dan kreatifitasnya, namun pada anggaran yang besar dan dirasakan cukup, hal itu tentu saja menutup celah permakluman / exception guna diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya. Apalagi terhadap kepemimpinan sebuah negara yang bersifat kompleks.

Kepemimpinan seorang Presiden harus melandasi pemikirannya pada inti kebutuhan masyarakat yang seharusnya diejawantahkan. Sebab terdapat hal pokok yang secara tegas menyebutkan sebagaimana Pasal 33 ayat (3) bahwa, "bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Tentu saja kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh setiap pemimpin negeri ini tidak boleh merubah posisi penting terhadap penerapan pasal ini, sekaligus tidak pula diperkenankan menggeser, menukar, apalagi menggantikannya dengan wacana atau opini lain sekalipun pengecualian terhadap hal itu dianggap penting dan mendesak.

Skala prioritas utama itu kini tidak lagi menjadi prinsip dasar yang semestinya disikapi oleh siapapun pemimpinnya negeri ini. Pengertian Kemakmuran merupakan suatu keadaan yang berkembang, berkemajuan, memiliki keberuntungan baik dan atau memiliki status sosial yang sukses. Dimana kata kemakmuran ini sering kali diartikan sebagai kekayaan dan atau Kesejahteraan yang merupakan sebuah tata kehidupan sosial, material maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman diri, setiap warga negara untuk dapat melakukan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri mereka sendiri, rumah tangga, serta hak-hak masyarakat secara luas.

Jika kita menyimak pemikiran dari salah satu bapak pendiri bangsa kita yaitu Muhamad Hatta yang pernah menyampaikan bahwa "kemakmuran rakyat-sentris" yaitu mendahulukan tercapainya kemakmuran rakyat banyak. Sehingga segala eksplorasi dan eksploitasi dari kekayaan alam, baik minyak, gas bumi, timah dan sebagainya, termasuk yang terdapat di darat maupun di laut atau lepas pantai, boleh saja dikerjakan oleh swasta, jika negara belum berdaya sepenuhnya untuk melakukan pemanfaatan akan hal itu, namun kesemuanya itu harus dipergunakan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat seutuhnya dan sekali-kali tidak untuk kemakmuran dan kemewahan terhadap segelintir elite yang berkuasa.

Alih-alih masyarakat berharap agar pemerintah melakukan tindakan paripurna, dimana tindakan ini diartikan sebagai kebijakan yang penuh, lengkap, atau sempurna untuk menggambarkan sesuatu yang tak kurang atau mengurangi dalam eksploitasi dan eksplorasi kekayaan alam demi pemenuhan tugasnya yang memerankan kekuasaannya terhadap semua unsur atau bagian yang terkait untuk mencapai tujuan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagaimana pasal 33 ayat 3 diatas. Faktanya, para penguasa itu justru sibuk memperkaya diri dan memperlihatkan eksplorasi kata-kata mereka untuk dijadikan alasan atau tindakan dalam memperkaya diri dan kroninya hingga merugikan keuangan negara.

Dalam prakteknya pun mereka tak segan-segan memanfaatkan sumber daya masyarakat atas jumlah penduduk Indonesia yang banyak ini untuk dijadikan strategi dalam rencana eksploitasi politik mereka guna mempertahankan kekuasaannya secara terus menerus sehingga mengakomodasikan pengerahan politik masyarakat dari penggunaan sarana kekayaan negara dengan tujuan agar memastikan pundi-pundi kemenangan elektoral yang mereka kuasai. Maka, menjadi tidak heran jika bantuan sosial dan kebijakan subsidi pemerintah dengan nilai anggarannya yang besar itu pun tak luput sebagai sasaran yang mereka kuasai. Termasuk mengeset dan menggantikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat itu untuk dikesampingkan.

Hal itu dapat dilihat dari besaran anggaran Kementerian dan Lembaga tahun 2024 ini, dimana terdapat 10 Kementerian dan Lembaga yang sebenarnya tidak mencerminkan pada upaya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara langsung. Bahkan besaran anggaran yang disiasati pemerintah untuk pembiayaan anggaran negara tahun ini semakin jauh dari harapan terhadap tercapainya tujuan itu. Tidakkah dari komposisi anggaran tahun 2024 ini merefleksikan semakin terasa jauhnya harapan kemakmuran rakyat yang bisa dirasakan secara langsung. Lihat saja di urutan pertama ditempati oleh kementerian PUPR dengan besaran anggaran mencapai 146,98 triliun. 

Sedangkan diurutan kedua ditempati oleh Kementerian Pertahanan 135.44 triliun, ketiga ditempati oleh Kementrian Pendidikan Riset dan Technologi 97.70 triliun, keempat ditempati oleh Kementerian Kesehatan 90.27 triliun, kelima ditempati kementerian Sosial 79.19 triliun, keenam Kementerian Agama 72.16 triliun, ketujuh Kementerian Keuangan 48.35 triliun, selanjutnya kedelapan kementerian Perhubungan 38.47 triliun, kesembilan Komisi Pemilihan umum sebesar 28.36 triliun, kesepuluh Kementerian Hukum dan HAM 18.39 triliun. Apakah hal ini menunjukkan bahwa seorang Presiden bisa diduga tidak perduli pada tujuan kemakmuran rakyat sebagaimana pasal 33 ayat 3 yang semestinya merupakan refleksi dari segenap kebijakannya.

Bahkan dalam kebijakan anggaran ini, begitu terlihat jelas betapa Presiden lebih perduli pada eksistensi Pemilihan Umum yang notabenenya terkait dengan perhelatan kekuasaan melalui kepesertaan masyarakat guna mengambil sisi legitimasi pada kedudukan jabatan politik yang akan diraihnya. Dimana besaran penempatan anggaran yang diperoleh KPU mencapai 28.36 triliun. Pengesahan APBN tahun 2024 ini pun telah disetujui DPR dimana pendapatan negara ditetapkan sebesar 2.802.3 triliun, sedangkan belanja negara mencapai 3.325.11 triliun, sehingga defisit anggarannya mencapai 522,8 triliun. Walau target pertumbuhan sebatas 5,2% dan bayang-bayang inflasi masih menghantui kekhawatiran masyarakat dari kenaikan harga bahan pokok mencekik mereka saat ini.

Dibalik utang pemerintah per-maret 2024 mencapai 8.262.10 triliun, kita masih belum melihat adanya penanganan yang serius terhadap sektor pertanian maupun sektor kelautan sebagai side efek bagi ketahanan ekonomi nasional. Walau pada sektor UMKM kita dirasakan memiliki peluang yang baik, namun jika tidak ditopang ketahanan pangan, maka lambat laun ketergantungan akan import bahan-bahan pangan ini akan menghempaskan keuangan negara. Bahkan tak jarang, terbukanya peluang import bahan pangan ini sering dijadikan sandera guna mendapatkan persetujuan perundingan yang dipaksakan bagi kepentingan negara lain terhadap Indonesia. Disinilah perlunya kemandirian bangsa sesungguhnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat, Salam Toleransi. #Andisalim #GTI #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏

0 Comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India