Selasa, 07 September 2021

Aneh,Mengapa Orang Ribut Masalah TKA Cina,Sepertinya Mereka Menghembuskan Karena Order Dari Orang Tertu.

 Buat yg ngeributin TKA Cina, Buka mata....
(Copas dari Buntoro Sutanto)

FIELD TRIP REPORT - PT IMIP, MOROWALI, SULAWESI TENGAH.

Mari ikuti laporan kunjungan Sdr Buntoro Susanto langsung ke Lokasi di mana TKA sedang melakukan tugasnya di lokasi pabrik tersebut,mari ikuti agar faham.Jangan termakan isus negatif.Pengalaman ini sangat berguna agar dapat dicontoh para pekerja orang Indonesia,agar orang Indonesia bisa maju.

Tulisan berikut laporan pandangan mata langsung dari seorang kawan di perusahaan RRC yang beroperasi di Sulawesi.

Dear teman2, terkait masalah Cina ini saya ada pengalaman menarik ketika diberi kesempatan ke Morowali, atas kebaikan komandan KBL. 

Melihat salah satu perusahaan pertambangan nikel di sana. 

Yang sudah memiliki smelter  jadi nikel di ekspor bukan dalam bentuk bijih nikel, melainkan dalam bentuk lembaran-lembaran nikel.

 Kebetulan pemiliknya adalah orang Cina. 

Saya ingin berbagi kekaguman dan keheranan melihat susana di sana.

Saya terasa berada di luar negeri. Baik dalam cara hidup dan bekerja.

 Paling tidak saya teringat ketika tinggal di daerah Caltex, tempat orang tua saya bekerja.

Saya tidak memihak dan tidak ada urusan dukung mendukung terkait dengan banyaknya tenaga asing yang masuk akhir akhir ini dan jadi pembicaraan hangat ditengah merebaknya wabah covid-19.

 Tapi ingin berbagi dari sudut pandang yang berbeda, seperti dibawah ini.

 Sehingga kita tidak perlu bertanya-tanya lagi. 

Atau bahkan membuat konklusi sendiri yang kadang jauh dari kenyataan.

1. Kawasan industri dibangun selayaknya kawasan industri moderen yang baik dan benar.

 Mensyaratkan adanya living space, public health, food service, dan government authority

A. Dengan adanya Living Space_ (tempat tinggal) yang dekat dengan pabrik, maka karyawan tidak memerlukan kendaraan untuk berangkat kerja. Biaya kredit kendaraan dan bbm menjadi NOL. Mereka tidak perlu stress memikirkan kredit bulanan motor dan biaya lainnya. Tempat tinggal mereka sekelas apartemen atau rumah susun menengah atas, dengan sewa yang relatif murah (500 ribuan per bulan)
Bayangkan di lokasi lain, karyawan hanya menyewa rumah sederhana di sekitar pabrik. Bahkan tidak jarang jauh dari pabrik. Kelelahan menuju pabrik saja sudah membuat mereka stress.

Living Space ini dikelola oleh perusahaan khusus.

 Memastikan pembayaran tepat waktu dan kebersihan terjaga. Sepelemparan batu dari sana terdapat lapangan futsal, badminton, dan volly. Dibuka hanya pada jam tertentu dan saat libur.

Oh ya, per enam bulan mereka dapat pembagian sepatu dan seragam khusus.

B. Dengan adanya Public Health , karyawan tidak memerlukan lagi antri berjam-jam di rumah sakit jika ada gangguan kesehatan. Jika tidak ada, bisa dibayangkan hanya untuk memastikan flu biasa atau sakit yang lainnya, di pabrik lain karyawan perlu izin sehari. Di sana karena ada sekitar 10 klinik dengan sekitar 15 dokter dan ratusan perawat, maka dalam setengah jam mereka sdh bisa diperiksa. Apakah perlu izin istirahat atau tetap bekerja. Obat-obatan disediakan gratis. Karyawan bisa berhemat waktu dan uang. 

C. Dengan adanya Food Service , kita tidak akan melihat ribuan karyawan keluar pabrik dan makan di pinggir jalan. Warung kumuh sebagaimana halnya dengan pabrik di tempat lain (Jakarta dan Bekasi, misalnya) Kesehatan mereka menjadi  taruhannya. 
Tapi di sini,  makan mereka diantar ke tempat istirahat dan mereka bisa makan dengan tenang kemudian sholat. Kebersihan makanan sudah sangat tentu terjaga. Tanpa perlu ke luar area pabrik.

Mereka butuh sekitar 1000 ekor ayam dalam satu hari. 400 kg telur.  Ratusan kilo sayur dan buah. 1.2 ton beras yang dimasak hanya sekitar 45 menit dengan peralatan yang super modern. Beras masuk ke dalam mesin.  Dicuci dan dimasak langsung. 45 menit kemudian, cling.... jadi nasi. Puluhan orang kemudian memasukan nasi tersebut ke dalam kotak khusus tempat makan. Dilengkapi kemudian dengan sayur, buah dan kerupuk. Siap antar ke tempat masing-masing divisi, melalui troli-troli khusus.

Oh ya, sekali menggoreng kerupuk 400 kg untuk satu hari. Maklum orang kita suka makan dengan kerupuk. Kuali penggorengnya sebesar kuali orang betawi memasak dodol. Chef nya beberapa dari hotel terkenal di jakarta. 

Cold storage nya mampu menampung bahan makan untuk seminggu lebih. Tidak terbayangkan saat kondisi pandemi covid-19 ini. Bagaimana mereka memenuhi bahan makanan ini (?). Atau saat lebaran dan tahun baru dimana semua harga melonjak. Padahal karyawan harus tetap makan. 

Government authority saya lihat ini belum berjalan baik. Khususnya pemda setempat.  Nanti lain waktu saya ceritakan. Bagaimana tabiat orang kita "mencuri dalam kesempatan"

Keempat syarat itulah yang dibutuhkan dalam suatu kawasan industri modern. Kawasan industri lainnya di Indonesia jarang ada yang menerapkan demikian. 

Jadi jangan heran investor memilih negara lain dibandingkan dengan Indonesia.

 Itu sebabnya Presiden Jokowi heran tahun lalu. Mengapa sedikit sekali investor yang memindahkan perusahaan mereka ke Indonesia. 

Seharusnya masalah living space di atas bagian dari kebijakan pemerintah. Paling tidak dalam hal menyiapkan lahannya.

Di Indonesian Morowali Industrial Park ( IMIP) mereka membuatnya sendiri.

Ini agaknya harus menjadi catatan khusus pemerintah jika ke depan hendak mendirikan industrial park

Keempat syarat di atas menjadi mutlak.

2. Dengan kondisi pelayanan seperti di atas, ternyata masih banyak karyawannya yang tidak betah. Khususnya yang berasal dari Indonesia. 

Mengapa bisa terjadi demikian?

 Barangkali cerita dibawah ini bisa menjelaskannya.

3. Ketika sampai di lobby penginapan. Saya terkagum-kagum. Semua ruangan sangat simpel. Gedung hotel sekelas bintang lima tersebut sengaja didisain tidak rumit. Namun tetap menarik. Sepertinya mereka memikirkan dalam hal memudahkan perawatan. 

Meja resepsionis clear dari barang-barang yang tidak perlu. Semacam pernak pernik hiasan dan ukiran. Hanya ada bel kecil dan balpoint serta kertas.

Model kursi dan sofa nya juga tidak rumit dan penuh ukiran. Tentu sangat memudahkan untuk dibersihkan pula.

Demikian juga dengan struktur bangunannya. Semuanya memudahkan untuk dibersihkan. Tapi tetap memenuhi estetika sebuah hotel berbintang secara arsitektural. 

Tidak ada ukiran dan lukisan mewah. Tapi tetap menarik. Petugas resepsionisnya hanya satu orang. Lobby yang lapang dan lega serta langit-langitnya yang tinggi membuat sirkulasi udara menjadi bebas. Tidak ada patung mewah dan lukisan mahal terlihat. 

Memasuki restoran ketika sarapan semua tampak sederhana dan lengang. Menunya pagi itu ada ala western, chinese, dan Indonesia.

Saya heran, kok lengang dan tidak ada yang sarapan? 
Ketika saya tanya mengapa sepi. Dijawab oleh petugas restoran, bahwa semua sudah sarapan dan berangkat kerja. Ok

Siangnya ketika saya datang sekitar jam satuan untuk makan juga begitu. Restoran  itu juga terlihat sepi. Jawabannya sama. Semua sudah makan dan berangkat kerja. 

Esok paginya saya sengaja datang lebih awal. Jam setengah tujuh. Baru terlihat para ekspatriat makan. 

Semua tertib. Tidak ada yang ngobrol sambil makan. Selesai mengambil sarapan, makan. Selesai makan langsung ke luar restoran. 

Sementara saya selesai sarapan ngobrol-ngobrol dulu dengan rekan satu team. Ngalor ngidul sebelum berangkat survey. Giliran mereka yang heran melihat saya demikian.

Oh ya, di tiap meja restoran hotel sekelas bintang lima itu tidak ada pernak pernik hiasan semacam bunga cantik kecil dalam vas unik. 
Begitu efisiennya mereka dalam hidup. Buat apa lukisan mahal, patung berkelas, bunga hidup dan vas cantik? Bukankah semua itu pemborosan?

Trus mengapa saya bisa mengatakan hotel itu sekelas bintang lima?
Memasuki kamar hotel dan melihat fasilitas di dalamnya baru terasa.

Sorenya saya ke living space. Semua terlihat rapi. Ada kantor pengelola di sebelah kanan lobby dan kantin/mini market di sebelah kirinya. Semua yang masuk melepaskan alas kaki. Itu sebab lantainya licin dan mengkilap. Jauh dari kesan hunian buruh pabrik.

Kemudian dijelaskan oleh pengelola mengenai aturan tinggal di sana. Antara lain yang jualan kue dari penduduk setempat tidak boleh masuk ke areal tempat tinggal. Hanya boleh di luar pagar. Begitu juga dengan laundry. Tempat olah raga hanya dibuka pada sore hari dan diwaktu libur. Di luar itu tidak boleh. 

Melihat "mini marketnya" saya jadi ingat KPK dengan program nya kantin jujur. Silahkan ambil barang. Catat dibuku yang sudah disediakan. Kemudian masukan uang pada kotak disebelahnya sesuai jumlah harga yang kita beli. 

Aturan lainnya,  dilarang juga bergerombol dan ngobrol di luar apartemen. Ada ruangan yang disediakan. Serba tertib dan penuh aturan.

Pantesan suatu sore ketika saya menuruni hotel menuju kolam renang dan pantai tidak ada satupun yang berenang dan main di pantai. Baik pagi maupun sore hari. Jangan-jangan peraturan yang berlaku di apartemen ini juga berlaku buat direksi.

Saya yang tadinya mau berenang di hari biasa jadi mengurungkan niat.

Dugaan saya benar. Ketika saya tanya kepada petugas yang berkeliling, mengapa sepi dan tidak ada yang berenang. Kan bukan hari libur pak, jawabnya. Demikian juga di pinggir pantai. Tidak ada satupun yang terlihat.

Sorenya ketika hendak kembali ke Jakarta via Kendari, saya berkesempatan naik pesawat Cessna barengan dengan beberapa direksi.  

Menuju ke private bandara (mereka memiliki lapangan udara sendiri) saya melewati beberapa bangunan pabrik. Dari luar terlihat sepi.

Saya membayangkan yang bekerja di dalam tentu sangat sibuk sekali. 

Hampir 40 ribu tenaga kerja dalam tiga shift (35 ribu orang Indonesia, 5000 ekspatriat Cina). Karena menggunakan teknologi tinggi (konon pertambangan nikel yang diolah langsung menjadi lembaran lembaran nikel itu menggunakan teknologi moderen dan canggih) , maka semua harus disiplin.  Jika tidak tentu hasil akhir yang akan jadi taruhan. Dan disiplin itu harus dimulai dari kehidupan sehari-hari. Mulai dari cara hidup di living space. Memanfaatkan public health  dengan benar. Dan tentunya makan tertib dengan menu yang sudah disediakan. Termasuk mengikuti jadwal olah raga yang sudah ditetapkan. 

Sore yang cerah itu pesawat Cessna berpenumpang 10 orang itu terbang dengan tenang. Setenang laut biru teluk Morowali dibawahnya. Mengantarkan rombongan ke Bandara di Kendari. Kembali ke Jakarta dengan pesawat berikutnya. 

Semoga anak-anak muda dari sekitar Sulawesi dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia yang bekerja di sana dapat beradaptasi dengan model kerja dan kehidupan di pabrik canggih tersebut, sembari menyerap ilmunya. 

Kuncinya hanya satu: DISIPLIN.

Konon kabarnya sebentar lagi akan berdiri pula pabrik battery yang bahan utamanya nikel. Tentu membutuhkan pekerja yang banyak dan harus memiliki kedispilinan yang tinggi pula. 

Karena dari teknologi yang hanya menghasilkan bijih nikel, tentu berbeda dengan teknologi yang menghasilan nikel dalam bentuk lembaran. Apalagi kalau sudah berubah menjadi battery. Tentu lebih tinggi lagi teknologi dan kedisiplinan yang diperlukan.

Dari Buntoro Sutanto
FIELD TRIP REPORT - PT IMIP, MOROWALI, SULAWESI TENGAH.
Mengenai government authority nanti saya akan cerita kalau momennya pas..
https://m.facebook.com/groups/1417103738524228?view=permalink&id=2858202081081046
ARSIP.TOPSEKALI.COM

Benarkah Ada Busana Muslim atau Busana Muslimah, Mari Ikuti Narasi Seorang Dosen King Fahd University Arabia,di Middle East Institute

*Benarkah Ada Busana Muslim atau Busana Muslimah*, 
*Mari Ikuti Narasi Seorang Dosen King Fahd University Arabia* 
*di Middle East Institute*

"Menjadi Muslim/ Muslimah tidak harus bercadar, berniqab, berjilbab, berhijab, berkerudung, berabaya, bergamis / berjubah, berkoko dan seterusnya tetapi juga bisa berkebaya, bersarung, berblangkon, berpeci, berjeans, berkemeja, berjas, berjarik dan seterusnya", tutur Sumanto Al Qurtuby,Arabia.
Banyak umat Islam di Indonesia yang mengatakan, menganggap atau mengklaim “busana Muslim/Muslimah”. Padahal sejatinya itu tidak ada... Itu hanya illusi.

Biasanya yang mereka maksud dengan "busana Muslim" itu misalnya "baju koko". Padahal "baju koko" itu kan "busana Tionghoa". Namanya saja "koko". Itu kan panggilan orang-orang Tionghoa kepada kakak laki2 / abang : misal KoKo Ahok , KoKo Aling , KoKo Ping Ho , dll. 

Busana lain yang dianggap "busana Muslim" adalah gamis/ jubah. Padahal jubah itu pakaian etnis mana saja dan pengikut agama apa saja . Jubah juga busana tradisional Tionghoa . Lihat saja Wong Fai Hung , para Biksu (Pendeta Budha) . Pakaian gamis itu dulu diperkenalkan oleh para pengelana dan pedagang Tionghoa ke Timur Tengah lewat Jalur Sutera . 

Di Timur Tengah, gamis juga dipakai oleh kelompok etnis mana saja dari agama/kepercayaan apa saja bukan melulu Arab/Muslim tetapi juga Qashqai, Kurdi, Yazidi, Druze, Assyrian, Mandaean, Shabak, Agama Katholik dlsb. 
Juga Etnis & suku-suku di Afrika Utara & Afrika Barat juga mengenakan jubah . 

Kemudian juga , yang biasanya disebut / dianggap sebagai “busana Muslimah” untuk perempuan yaitu hijab/ jilbab atau minimal kerudung... Padahal jenis pakaian ini juga lebih dulu dipakai oleh kaum perempuan dari berbagai penganut agama lainnya di dunia ini, bukan hanya Muslimah saja. Bahkan cadar (niqab/ burqa) juga lebih dulu dipakai oleh kaum perempuan kelompok ortodoks Yahudi yang mengklaim , "cadar" adalah "syariat/ ajaran Yahudi".

JADI , istilah yg dipakai utk sebutan “busana Muslim/Muslimah dsb” itu tidak lebih sebagai alat kampanye (bagi propaganda politik & propaganda agama saja) dan juga digunakan sebagai gimmick dan bahan promosi dagangan (oleh pedagang2 bakul) supaya dagangan pakaiannya cepat laris saja dibeli oleh konsumen2 yg mau dibohongi oleh pedagang2 tsb.
Begitulah kira2 analisa yg menggunakan akal sehat/ nalar ... Tidak lebih, tidak kurang...

Oleh : Sumanto Al Qurtuby,Direktur Nusantara Institute, Dosen King Fahd University, dan Senior scholar Middle East Institute. Jabal Dhahran, Jazirah Arabia.

Sabtu, 04 September 2021

Kupas Tuntas Bagaimana Hubungan Taliban Afganistan Dengan Indonesia, Simak Dan Gunakan Akal Sehat, Waspada, Jaga Pancasila

 
*Kupas Tuntas Bagaimana Hubungan Taliban Afganistan Dengan*
 *Indonesia,Simak Dan Gunakan Akal Sehat, Waspada, Jaga Pancasila* - arsip.topsekali.com

"Sasaran terorisme (biasanya berupa aksi bom bunuh diri) bukan hanya aparat keamanan atau kantor pemerintahan, tetapi bisa siapa saja (warga sipil, jurnalis, anak-anak, perempuan, dan sebagainya) dan apa saja (termasuk madrasah dan masjid). Mereka disinyalir juga jadi pelaku pengeboman di area kerumunan massa yang ingin kabur di kompleks bandara Kabul", Sumnato.*
Sejumlah kelompok agama dan elite politik di Indonesia tampak kegirangan dengan keberhasilan milisi Taliban mengontrol dan mengambil alih kekuasaan di Afghanistan.

Mereka juga mendesak Pemerintah RI untuk segera mendukung rezim Taliban. Entah apa yang ada di benak mereka. Padahal, Taliban memiliki sejarah dan reputasi sangat buruk dalam menjalankan roda kepolitikan dan pemerintahan yang membuat rakyat Afghanistan ketakutan dan hidup dalam penderitaan lahir-batin.

Fakta bahwa ratusan ribu warga Afghanistan mencoba kabur dari negara mereka sejak Taliban mengambil alih kekuasaan menunjukkan apa atau siapa “jati diri” Taliban sesungguhnya. Jelas bahwa rakyat Afghanistan trauma terhadap rezim Islamis-fundamentalis Taliban saat lima tahun (1996-2001) berkuasa, yang penuh dengan kebiadaban dan ketidakmanusiawian. Dengan jatuhnya kembali Afghanistan ke tangan Taliban, mimpi buruk dan drama horor terbayang di depan mata mereka.

Selama kekuasaan rezim Taliban yang disokong Pakistan dan Al Qaeda, Afganistan (oleh Taliban diberi nama Emirat Islam Afghanistan) menjelma jadi “neraka” dunia mengerikan. Bahkan Korea Utara jauh lebih baik ketimbang Afghanistan di masa Taliban. Kemiskinan, kelaparan, dan malnutrisi merajalela. Kekerasan demi kekerasan tak pernah berhenti. Perang sipil antarfaksi Islam dan kelompok suku terus berkecamuk.

Pembantaian warga terjadi di mana-mana, bukan hanya terhadap kelompok minoritas etnis dan agama saja (misalnya, kelompok Syiah Hazara) tetapi juga terhadap siapa saja dan kelompok mana saja yang mereka anggap dan cap rival dan musuh pengganggu kekuasaan.

Penting untuk dicatat, rezim Taliban bukan hanya melakukan genosida atas manusia tetapi juga atas produk-produk spiritual-kebudayaan mereka (oleh Raphael Lemkin disebut “cultural genocide”) seperti aneka ragam karya seni, monumen bersejarah, peninggalan kepurbakalaan, atau bahkan bangunan tempat peribadatan karena dicap kafir-sesat, berpotensi menyekutukan Tuhan, tidak religius, atau dianggap menodai kemurnian akidah dan ajaran fundamental Islam yang mereka pegang dan yakini.

Selama berkuasa, rezim Taliban mengunci atau menggembok Afghanistan dari dunia luar. Mereka juga menolak bantuan makanan PBB untuk jutaan warga yang kelaparan. Mereka melarang media dan berbagai aktivitas publik yang dianggap berpotensi mengganggu kekuasaan. Berbagai aktivitas seni-budaya diharamkan termasuk musik, fotografi, lukisan, film, tarian, dan sebagainya.

Kaum perempuan jadi obyek paling mengenaskan. Mereka harus berpakaian tertutup rapat dari ujung kaki hingga ujung kepala, tak boleh pergi ke tempat umum sendirian tanpa ditemani muhrim (biasanya anggota keluarga), dilarang bekerja di sektor publik (kecuali dokter atau perawat untuk melayani pasien perempuan karena petugas medis laki-laki tak boleh menangani pasien perempuan), anak perempuan dilarang sekolah. Dan masih banyak lagi kisah pilu mereka. Jika melanggar aturan, mereka akan dihukum cambuk di hadapan publik.

Taliban juga menerapkan kebijakan scorched earth, yakni sebuah strategi untuk menghancurkan aset apa saja (kawasan, fasilitas publik, sumber-sumber ekonomi, industri, dan lainnya) yang dipandang memberi manfaat pihak lawan.

Karena itu jangan heran kenapa ketika Taliban berkuasa mereka memusnahkan banyak kawasan subur dan membakar rumah-rumah dan perkampungan penduduk. Ketika kekuasaan rezim Taliban rontok tahun 2001 karena digempur tentara AS setelah tragedi terorisme 9/11, kekerasan yang mereka lakukan tak serta-merta berhenti.

Berbagai aksi pengeboman dan terorisme keji untuk menggoyang pemerintah terus mereka lancarkan tanpa henti selama 20 tahun (2001–2021), memakan korban ribuan nyawa dan kerusakan fisik tak terhingga.

Nafsu kekuasaan (*baca terus narasi penting di bawah ini*...👭👪👇👇👇)
Kenapa Taliban menerapkan politik totalitarian dan membabi buta yang membuat Afghanistan kian terperosok dan porak-poranda? Jawabannya sangat simpel. Karena mereka tak mengerti cara memimpin warga yang majemuk dan memerintah sebuah negara. Mereka tidak memiliki pengetahuan, wawasan, strategi, dan skill untuk memerintah dan mengelola sebuah negara-bangsa. Hanya nafsu kekuasaan yang mereka miliki.

Akhirnya, untuk mengontrol ketaatan publik serta membuat warga tunduk dan patuh, yang bisa mereka lakukan hanya meneror dan menakut-nakuti warga dengan berbagai peraturan dan hukuman keras atas nama “penegakan syariat Islam”. Jadi Taliban pada dasarnya adalah “para bandit berjubah agama.”

Taliban memang bukan kelompok cerdik-cendikia yang berwawasan luas tentang seluk-beluk ilmu pemerintahan, kepolitikan, perekonomian, atau kebudayaan.

Dalam sejarahnya, Taliban adalah sebuah gerakan politik-agama yang terdiri dari kumpulan murid/alumni madrasah (taliban berarti murid/ siswa) yang berafiliasi ke sekolah-sekolah Deobandi (tersebar di berbagai daerah di Asia Selatan) yang bercorak literalis-revivalis-konservatif yang sangat ketat, rigid, closed-minded dan ekstrem dalam memahami, menafsirkan, dan mempraktikkan teks, wacana dan ajaran keislaman.

Baca juga : Tak Ada Hitam Putih di Afghanistan

Lebih jelasnya, kelompok atau gerakan Taliban adalah kombinasi antara ajaran Islam revivalis-konservatif ala Deobandi, ideologi militan Islamisme ala Al Qaeda, dan norma sosial Pasthunwali, yakni gaya hidup tradisional masyarakat Pasthun karena mayoritas Taliban memang dari suku/etnik Pasthun.

Taliban dibentuk tahun 1994 oleh Muhammad Umar (1960-2013, dikenal sebagai Mullah Umar), mantan siswa madrasah Deobandi dan bekas milisi Mujahidin dalam perang Afghanistan - Soviet (1979–1989), yang kala itu baru berumur 34 tahun.

Taliban berhasil menguasai panggung kekuasaan Afghanistan setelah berhasil memanfaatkan situasi chaos dan konflik internal antar-faksi Islam lantaran kegagalan elite politik-agama Afghanistan capai kesepakatan pemerintah koalisi nasional pasca-hengkangnya Tentara Merah Soviet.

Konflik internal antarkelompok Islam dan elite politik-agama itu kemudian memicu meletusnya perang sipil mahadahsyat yang membuat Afghanistan untuk kesekian kali hancur lebur. Sekitar enam faksi Islam (Hizbul Islam Gulbuddin, Jamiat Islami, Ittihad Islam, Harakat Inqilab Islam, Hizbul Wahdat, dan Junbish Milli) saling berebut kekuasaan, saling mengkhianati, saling membunuh, dan saling memerangi.

Padahal, kelompok radikal Islamis ini (dengan dukungan AS) dulu bersatu-padu sebagai “pejuang mujahidin” melawan tentara Soviet. Begitu Soviet berhasil dipukul mundur, mereka sendiri yang ironisnya saling gempur demi kekuasaan.

Di saat Afghanistan kacau-balau dilanda perang sipil itulah, milisi Taliban muncul sebagai “kuda hitam” yang berhasil merangsek, mengontrol, dan menguasai dua pertiga wilayah Afghanistan dan mendeklarasikan diri pemerintahan baru dengan nama Emirat Islam Afghanistan tahun 1996.

Apakah dengan pendeklarasian pemerintah oleh Taliban ini dengan sendirinya perang sipil berhenti? Tentu saja tidak. Perang sipil antarkelompok (termasuk “Aliansi Utara” yang dibentuk warlord Ahmad Shah Massoud yang terdiri dari koalisi sejumlah kelompok etnis seperti Uzbek, Tajik, Hazara, Turki, Pasthun) terus berlanjut dan berkecamuk.

Mewaspadai “Indonistan”

Jadi, cerita elite Taliban yang sekarang dianggap mengkhianati klausul/kesepakatan perjanjian damai dengan pemerintah Afghanistan (dan pemerintah AS) bukan hal baru. Cerita pendongkelan/pengambilalihan kekuasaan yang kini Taliban lakukan setelah 20 tahun bergerilya juga bukan cerita baru. Ini hanya kisah lama yang kembali terulang.

Siapapun yang mempelajari sejarah Afghanistan akan tahu negeri di kawasan Asia Tengah dan Asia Selatan ini diwarnai konflik, perang, dan perebutan kekuasaan bukan hanya dengan kelompok luar (non-Afghanistan), tetapi juga dengan sesama kelompok sosial di Afghanistan.

Aksi saling jegal, saling bunuh, dan saling memerangi antarkelompok, baik kelompok agama, ideologi, etnis, suku, klan, keluarga, maupun daerah (misalnya Afghanistan utara vs selatan) sudah lumrah terjadi. Jauh sebelum munculnya kelompok Islamis di panggung politik Afghanistan, kelompok-kelompok sosial lain sudah saling baku hantam demi kekuasaan.

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari “drama horor” Afghanistan dan rezim militan Taliban? Satu hal yang tak boleh diabaikan: jangan meremehkan dan membiarkan kelompok agama berhaluan radikal-konservatif.

Meski awalnya kelompok ini barang kali hanya bergerak di wilayah non-politik (dakwah-keagamaan, moralitas publik, akidah/teologi, dan sebagainya), jika ada kesempatan, peluang, sokongan, dan dukungan pihak luar, mereka bisa menjelma jadi kelompok militan agama-politik yang kejam, ekstrem, dan radikal dalam menjalankan paham kepolitikan dan keagamaan.

Baca juga : Talibanisasi dan Kontestasi Perempuan

Anggota Taliban mungkin tidak ada di Indonesia. Tetapi umat Islam yang berhaluan, berwawasan, bermental, dan berpola-pikir ala Taliban cukup banyak populasinya. Mereka menyelinap dan tersebar di parpol, ormas, institusi pendidikan, lembaga dakwah, dan bahkan pemerintah.

Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat yang peduli dengan masa depan perdamaian, toleransi, dan kebinekaan bangsa dan negara Indonesia perlu waspada dengan gerak-gerik mereka. Aparat hukum dan aparat keamanan juga jangan sampai lengah. Jika tidak hati-hati dan tidak ditangani dengan tegas dan saksama, bukan tidak mungkin, mereka kelak bisa menjelma menjadi “Taliban Indonesia” dan menyulap negara ini menjadi “Indonistan”. ●
SUMANTO AL QURTUBY ;  Pendiri dan Direktur Nusantara Institute; Pengajar King Fahd University of Petroleum & Minerals; dan Kontributor Middle East Institute, Washington DC
Sumber: 
https://www.kompas.id/baca/opini/2021/09/03/taliban-afghanistan-dan-indonesia/
*Arsip.TOPsekali.com*

Jumat, 03 September 2021

Ini Berita Sangat Serius, Perhatikan Bahwa Faham Radikalisme Sudah Masuk Ke Dunia Pendidikan Dan BUMN

Ini Berita Sangat Serius, Perhatikan Bahwa Faham Radikalisme Sudah Masuk Ke Dunia Pendidikan Dan BUMN

"Radikalisasi kantor-kantor pemerintah, BUMN dan swasta sekarang merupakan kelanjutan dari radikalisasi kampus-kampus sejak 30 dekade yang lalu. Radikalisasi tidak sepenuhnya berhasil. Rasio jumlah mahasiswa dan pegawai dibandingkan dengan yang moderat, masih kecil.",Ayik Heransyah.

Bagaimana tidak diincar oleh pelajar-pelajar di berbagai daerah dari kalangan menengah ke bawah, sekolah-sekolah kedinasan di bawah naungan kementerian memberikan pendidikan gratis dan menjanjikan masa depan cerah bagi lulusannya dengan diangkat menjadi pegawai. Bagi mereka kuliah di sekolah-sekolah kedinasan cara instan untuk mengubah nasib dan menaikkan status sosial.

Pelajar-pelajar cerdas dan berbakat berlomba-lomba mendaftar. Pelajar-pelajar dari daerah yang banyak diterima di sekolah-sekolah kedinasan dari jurusan eksakta (A1, A2, IPA). Mereka anak-anak yang pintar tapi awam dalam ilmu pengetahuan agama. Jiwanya masih bersih. Emosi keagamaannya cukup tinggi. Impian mereka, bagaimana menjadi orang kaya tapi tetap shalih. Tipologi mereka sangat cocok untuk direkrut oleh gerakan Islam transnasional.

Pembukaan kembali sekolah-sekolah dinas di era 1980-1990-an beriringan dengan masuknya gerakan Islam transnasional ke Indonesia. Mereka adalah Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Salafi Wahabi dan Jamaah Islamiyah (alumni jihad Afghanistan). Gerakan-gerakan Islam ini mengicar mahasiswa-mahasiswa sekolah-sekolah kedinasan. Sejak awal, gerakan-gerakan Islam transnasional menempeli sekolah-sekolah kedinasan melalui masjid/mushala kampus dan lembaga dakwah kampus. 

Dialektika politik saat itu, kehadiran gerakan-gerakan Islam transnasional dibiarkan pemerintah Orde Baru untuk mengimbangi organisasi-organisasi masyarakat (ormas) Islam yang konvensional seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan lain sebagainya. Gerakan-gerakan Islam transnsional ditempatkan sebagai anti tesis dari ormas-ormas Islam. Dan pemerintah sebagai sintesis. Ternyata, belakangan baru ketahuan gerakan-gerakan Islam transnasional merupakan anti tesis bagi pemerintah. Mereka turut serta menggulingkan pemerintahan Soeharto pada tahun 1998.
 
Selain Akademi Militer dan Akademi Polisi, sekolah-sekolah kedinasan rentan disusupi paham-paham radikal. Di STPDN/IPDN pun sempat ada mahasiswa yang tergabung dengan kelompok radikal. Yang fenomenal adalah STAN. STAN sekolah kedinasan yang paling banyak mahasiswanya yang terpapar paham Ikhwanul Muslimin. Saking banyaknya, di kalangan aktivis gerakan Islam, STAN identik dengan Ikhwanul Muslimin. Memang ada yang ikut Hizbut Tahrir dan Salafi Wahabi, akan tetapi jumlahnya sangat sedikit. 

Karena gerakan Islam transnasional menempeli STAN sejak awal pembukaan kembali pada tahun 1988 di kampus Bintaro, maka kaderisasi gerakan Ikhwanul Muslimin di STAN sudah sistematis dan sistemis yang melibatkan alumni, dosen dan staf kependidikan. Sama seperti yang terjadi di kampus-kampus negeri umum lainnya (UI, IPB, ITB, UGM, Unpad, dll). Jaringan alumni yang bekerja di berbagai instansi pemerintah dan swasta, menjadi donatur bagi kegiatan perekrutan di kampus.

Karakteristik gerakan Islam transnasional adalah gerakan pemikiran dan politik, maka sulit dibuktikan secara hukum. Sulit ditemukan bukti-bukti hukum keterlibatan alumni, dosen dan staf kependidikan pada kegiatan-kegiatan suatu gerakan Islam di kampus. Memang keahlian para aktivis gerakan Islam transnasional di antaranya, bagaimana bergerak menyebar paham tanpa meninggalkan bukti hukum. 

Gerakan Islam transnasional memiliki sifat ekspansif. Cengkeraman gerakan Islam di sekolah-sekolah kedinasan berlanjut ke instansi-instansi tempat mereka mengabdi setelah lulus. Mereka menguasai kepengurusan masjid/mushala kantor, mengatur jadwal khatib dan pengajian. Mereka memegang lembaga amil zakat dan yayasan pendidikan di bawah naungan serikat pekerja. Mereka juga ikut mengatur acara-acara peringatan hari besar Islam yang diselenggarakan oleh instansinya. 

Karena sifat mereka yang ekspansif dan gerakannya tanpa meninggalkan bukti hukum, membuat kita harus tetap waspada. Pemerintah harus menggunakan pendekatan intelijen, pemikiran dan politik dalam menanganinya. Pendekatan hukum saja, tidak cukup.

Oleh Ayik Heriansyah
Pengurus LD PWNU Jabar


RIBUAN TAHUN NUSANTARA MENGUASAI DUNIA.

 RIBUAN TAHUN NUSANTARA MENGUASAI DUNIA. 

Th 1600 PERUSAHAAN VOC dari negara KECIL dan MISKIN Belanda mulai menjatuhkan PENGUASA DUNIA RIBUAN TAHUN ini. 

Eropa MISKIN th 1600 itu. 
Inggris MISKIN th 1600 itu. 
Amerika adalah imigran dari Eropa yang MISKIN itu. Adanya 350 tahun yang lalu, sesudah th 1600.

Sekarang Eropa dan Amerika kaya raya dan Indonesia negara PEMBANTU RUMAH TANGGA dan BAWAHAN DUNIA. 

Ya di RAMPOK oleh yang MISKIN itu. 

Untuk menghilangkan jejak PERAMPOKAN nya, kok tidak menghilangkan jejak KEJAYAAN NUSANTARA itu??? 
Menghilangkan semua sejarah nya, 300 tahun lebih kok tidak cukup waktu??? 

Presiden Soekarno berjuang puluhan tahun. 
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia th 1945.
10 tahun berjuang, 1955 baru bisa ada Pemilu. 
10 tahun berjuang lagi dan di kudeta 1965.
Di dalam Istana Bogor, dari 1 Oktober 1965, tidak terlihat situasi presiden Soekarno itu. 
Ekonomi dirusak, sehingga rakyat menjatuhkan presiden Soekarno. 
Padahal di tahan itu, di Istana Bogor. 

Jadi belum ada waktu untuk mendapatkan JEJAK PENGUASA DUNIA RIBUAN TAHUN ini. 

JELAS di pengganti nya Presiden TERKORUP NOMOR 1 DUNIA. 
Tambang-tambang diberikan kepada luar negeri. 
Penjajahan yang penting adalah MERAMPOK KEKAYAAN negara itu. 
32 tahun itu. 

Gus Dur 2 tahun dijatuhkan. 
Megawati 3 tahun dijatuhkan. 

SBY menerus kan pemberian tambang tambang kepada luar negeri 10 tahun. 

Jadi sampai SBY, penghilangan JEJAK RIBUAN TAHUN MENGUASAI DUNIA belum dapat dilakukan dengan enak. 
Dihalangi, supaya PERAMPOKAN tidak diketahui. 
Nusantara yang KAYA RAYA, menjadi Indonesia seperti sebelum Jokowi menjadi Presiden. 

Karena itu Jokowi mau dijatuhkan dari awal. 
Supaya JEJAK PERAMPOKAN tetap tidak ketahuan.

Jalan Suharto Berdarah-Darah Menuju Istana, Tampuk Pimpinan Republik Indonesia, Apakah Memang Harus Begitu Untuk Mendapatkan Tampuk Kekuasaan

Jalan Suharto Berdarah-Darah Menuju Istana, Tampuk Pimpinan
 Republik Indonesia, Apakah Memang Harus Begitu 
Untuk Mendapatkan Tampuk Kekuasaan

"Miskin imajinasi itu pula yang menjadikan para purnawirawan Jenderal tidak memiliki kreativitas dalam menciptakan ruang pengabdian baru pascapensiun. Selama ini ada pernyataan klise: purnawirawan tidak mengenal istilah "pensiun” dalam mengabdi kepada bangsa dan negara. Statemen ini kemudian ditafsirkan mereka sendiri secara sempit, bahwa mengabdi itu artinya tetap dalam lingkaran kekuasaan. Ini seolah jebakan bagi para purnawirawan jenderal, mereka terkurung dalam asumsi yang mereka bangun sendiri.",Aris Santoso

Dalam menyingkirkan lawan-lawannya adalah, Soeharto sangat canggih dan kaya akan imajinasi. 

SUHARTO - JALAN DARAH MENUJU ISTANA
Cara Soeharto Menyingkirkan Para Pesaingnya
Prajurit Tak Bertuan

Suharto banyak berurusan dengan pemberontakan Darul Islam selama meniti karir militernya. Pasca kemerdekaan ia juga aktif memberantas kelompok kiri di antara pasukannya. 
Tahun 1959, ia nyaris dipecat oleh Jendral Nasution dan diseret ke mahkamah militer oleh Kolonel Ahmad Yani karena meminta uang kepada perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Namun karirnya diselamatkan oleh Jendral Gatot Subroto.

Simbolis

Sesaat setelah memperoleh Supersemar, Soeharto secara bertahap mulai menyingkirkan lawan-lawan politik di militer, yang sekiranya berpotensi menghambat hasrat Soeharto untuk berkuasa. Salah satu jenderal yang masuk daftar untuk segera disingkirkan adalah, adalah Mayjen Ibrahim Adjie (Panglima Siliwangi), seorang jenderal yang dikenal sangat setia pada Soekarno.

Dari sekian banyak jenderal Soekarnois, Ibrahim Adjie perlu diberi catatan khusus.
Mungkin karena karismanya yang demikian besar,  Soeharto tampak hati-hati dalam memperlakukan Ibrahim Adjie. Beda cara dengan jenderal-jenderal lain, yang disingkirkan secara tertutup, khusus terhadap Ibrahim Adjie, Soeharto  menyempatkan turun  sendiri ke "lapangan”.

Soeharto menyingkirkan Ibrahim Adjie dengan sangat halus, dan cenderung simbolik. 
Pada 20 Mei 1966, jadi hanya dua bulan setelah menerima Supersemar, Soeharto (selaku KSAD) meresmikan berdirinya Brigade Infanteri 17/Kujang I di Bandung, satuan baru di bawah Kodam VI/Siliwangi. 
Dalam peresmian satuan tersebut  Mayjen Ibrahim Adjie (Pangdam Siliwangi) dan Brigjen HR Dharsono (Pak Ton, Kasdam Siliwangi) juga hadir, selaku pimpinan kodam dengan nama besar tersebut.
Upacara tersebut seolah merupakan "salam perpisahan” bagi Ibrahim Adjie, sebab tepat sebulan kemudian, dirinya dicopot selaku Panglima Siliwangi, untuk digantikan  HR Dharsono. 
Kesan satire bagi Ibrahim Adjie semakin terasa, ketika yang dilantik sebagai komandan pertama Brigif 17 adalah Letkol Inf Himawan Soetanto. Himawan adalah perwira yang dibesarkan Siliwangi, namun dikemudian hari dikenal sangat setia pada Soeharto, yang notabene adalah bagian dari rumpun Diponegoro.

Upacara hari itu juga ingin menegaskan, bahwa kini Kodam Siliwangi tak lagi dominan, sebagaimana citra yang berkembang sebelumnya. Soeharto sebagai bagian dari rumpun (Kodam) Diponegoro, sudah menunjukkan eksistensinya sebagai "raja” baru di Angkatan Darat. Sebab selama ini ada kesan, Kodam Diponegoro selalu berada di bawah bayang-bayang Kodam Siliwangi.
Dominasi Soeharto terhadap Kodam Siliwangi semakin terlihat, ketika dia pada akhirnya juga menyingkirkan HR Dharsono (Pak Ton), sekitar dua tahun kemudian. 
Kebersamaannya bersama Pak Ton ternyata hanya seumur jagung. Pak Ton disingkirkan setelah bersekutu sejenak guna menyingkirkan Ibrahim Adjie, dan unsur Soekarnois lainnya di Siliwangi.


Kedekatan dengan  Soedirman

Cara lain yang biasa dilakukan Soeharto untuk menyingkirkan lawannya adalah dengan menghambat karier perwira bersangkutan, salah satu yang bisa disebut adalah Suadi Suromihardjo (terakhir berpangkat Mayjen). 
Sama dengan Ibrahim Adjie, Suadi juga dikenal sebagai Soekarnois, sebuah istilah yang merujuk pada perwira yang dianggap setia pada Soekarno.
Hubungan antara Soeharto dengan Suadi terbilang unik, mengingat keduanya sama-sama dari rumpun Diponegoro, hanya karena faktor politik, perjalanan karir keduanya  bersimpang jalan. Sejak dulu karier seorang perwira adalah misteri, dimana soal nasib tak dapat diramalkan, begitulah yang terjadi pada Suadi dan Soeharto. Keduanya sama-sama lahir tahun 1921, dan sama-sama pula memiliki kedekatan dengan Panglima Soedirman.

Dalam kasus Suadi memang ganjil, karena Suadi dipinggirkan, berdasarkan alasan keterkaitannya dengan Peristiwa Madiun 1948. Kenapa baru dipersoalkan pasca-Peristiwa 1965? Jadi ada tumpang-tindih argumentasi pada kasus eliminasi Suadi, yakni antara Madiun 1948 dan Peristiwa 1965.

Mengapa penyingkiran terhadap Suadi terkesan mulus? Saya kira justru disebabkan adanya kedekatan khusus antara Suadi dan Soeharto sejak lama. Seperti bunyi peribahasa lama, hati orang siapa tahu. Keduanya dikenal sebagai perwira yang sangat dekat Panglima Soedirman, Overste Suadi adalah Komandan Pasukan Kawal Soedirman saat melaksanakan perjalanan gerilya yang monumental itu. Sementara Overste (Letkol) Soeharto yang menjemput Soedirman, untuk sama-sama kembali ke Jogja pasca-perang kemerdekaan.
Sedikit mundur ke belakang, Suadi pula yang mendampingi Soeharto dalam memonitor kondisi Madiun usai peristiwa September 1948, sekitar tanggal 19 atau 20 September 1948. 
Soeharto turun langsung ke lapangan berdasar perintah Jenderal Soedirman. Namun di kemudian hari, kebersamaan keduanya di Madiun, justru dijadikan alasan Soeharto, bahwa Suadi dianggap terlibat Peristiwa Madiun 1948.

Miskin Imajinasi

Pelajaran yang bisa kita petik dari gaya Soeharto dalam menyingkirkan lawan-lawannya adalah, Soeharto sangat canggih dan kaya akan imajinasi.

Benar, soal imajinasi inilah yang tidak kita dapatkan dari elite militer generasi sekarang, dalam mencari cara untuk mengatasi konflik. Karena tidak adanya imajinasi, sehingga perwujudannya terkesan kacau, seperti kerusuhan di Jakarta baru-baru ini.

Seperti telah dikabarkan media, bagaimana mungkin seorang perwira sekelas Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsuddin bersedia turun ke lapangan untuk bergabung dengan para demonstran. Ikut turunnya Sjafrie hari itu bisa dibaca sebagai "terjun bebas” bagi seorang jenderal. Masih segar dalam ingatan kita, ketika Sjafrie ditunjuk sebagai Wakil Ketua Umum Panitia Penyelenggara Asian Games 2018 (INASGOC), jadi Sjafrie adalah wakil dari Erick Thohir. Dengan kata lain, rezim Jokowi masih memberi kepercayaan pada Sjafrie saat itu.
Dalam hitungan bulan, Sjafrie sudah turun ke jalan, lalu apa yang dicari Sjafrie? Saya kira Sjafrie adalah representasi dari kelompok purnawirawan yang tidak mau belajar dari Soeharto. Para purnawirawan itu kurang sabar, mereka menjadi limbung ketika tak lagi berkuasa. Bandingkan dengan Soeharto yang sangat mulus dan rapih dalam menyingkirkan lawan-lawannya. Seperti ketika Soeharto menyingkirkan Suadi, itu baru dilakukan Soeharto pada awal tahun 1970-an, padahal Soeharto sudah berkuasa penuh sejak 1966.

Penulis:
Aris Santoso, sejak lama dikenal sebagai pengamat militer, khususnya TNI AD.
ARSIP.TOPsekali.com

Apa Artinya Pelecehan Seksual, Mari Ikuti Narasi Dibawah Ini Agar Kita Paham Yaaaa.

Dengan rilis pers ini, saya berharap rekan rekan media dapat memuat kisah ini. Bantu saya mempublikasi ini, barangkali dengan meluasnya cerita saya ini, Komisioner KPI Pusat jadi tergerak hatinya untuk menjatuhkan sanksi pada pelaku dan Polri mau memproses laporan saya...

 Rilis pers, Rabu, 1 September 2021

PELECEHAN SEKSUAL BERAMAI RAMAI DI KPI PUSAT, PELAKU-KORBAN SAMA SAMA PRIA

Tolong Pak Jokowi, Saya Tak Kuat Dirundung dan Dilecehkan di KPI, Saya Trauma Buah Zakar Dicoret Spidol oleh Mereka


Yang Terhormat Presiden Joko Widodo, saya seorang Pria, berinisial MS, hanya ingin mencari nafkah di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI Pusat), saya hanya ingin bekerja dengan benar, menunaikan tugas dari pimpinan, lalu menerima gaji sebagai hak saya, dan membeli susu bagi anak semata wayang saya.

Sepanjang 2012-2014, selama 2 tahun saya dibully dan dipaksa untuk membelikan makan bagi rekan kerja senior. Mereka bersama sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya. Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh.

Sejak awal saya kerja di KPI Pusat pada 2011, sudah tak terhitung berapa kali mereka melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan. Saya sendiri dan mereka banyak. Perendahan martabat saya dilakukan terus menerus dan berulang ulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan pelan.

Tahun 2015, mereka beramai ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan saya dengan MENCORAT CORET BUAH ZAKAR SAYA MEMAKAI SPIDOL. Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat? Sindikat macam apa pelakunya? Bahkan mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online.

Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental, menjadikan saya stres dan merasa hina, saya trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah. Harus begini bangetkah dunia kerja di KPI? Di Jakarta?

Kadang di tengah malam, saya teriak teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga. Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia.

Saya tidak tahu apakah para pria peleceh itu mendapat kepuasan seksual saat beramai ramai menelanjangi dan memegangi kemaluan saya, yang jelas saya kalah dan tak bisa melawan. Saya bertahan di KPI demi gaji untuk istri, ibu, dan anak saya tercinta.

Tahun 2016, karena stres berkepanjangan, saya jadi sering jatuh sakit. Keluarga saya sedih karena saya sering tiba tiba gebrak meja tanpa alasan dan berteriak tanpa sebab. Saat ingat pelecehan tersebut, emosi saya tak stabil, makin lama perut terasa sakit, badan saya mengalami penurunan fungsi tubuh, gangguan kesehatan.

8 Juli 2017, saya ke Rumah Sakit PELNI untuk Endoskopi. Hasilnya: saya mengalami Hipersekresi Cairan Lambung akibat trauma dan stres.

Pada 2017, saat acara Bimtek di Resort Prima Cipayung, Bogor, pada pukul 01:30 WIB, saat tidur, mereka melempar saya ke kolam renang dan bersama sama menertawai seolah penderitaan saya sebuah hiburan bagi mereka. Bukankah itu penganiayaan? Mengapa mereka begitu berkuasa menindas tanpa ada satupun yang membela saya. Apakah hanya karena saya karyawan rendahan sehingga para pelaku tak diberi sanksi? Dimana keadilan untuk saya?

11 Agustus 2017, saya mengadukan pelecehan dan penindasan tersebut ke Komnas HAM melalui email. Pada 19 September 2017, Komnas HAM membalas email dan menyimpulkan apa yang saya alami sebagai kejahatan atau tindak pidana. Maka Komnas HAM menyarankan saya agar membuat laporan Kepolisian.

2017, karena berobat ke dokter penyakit dalam tak kunjung sembuh, berdasarkan saran keluarga akhirnya saya ke Psikiater di RS Sumber Waras. Dari Psikiater, saya diberi obat penenang selama 1 minggu.

Sepanjang 2018, karena tidak kuat dibully dan dimaki, usai tugas kantor selesai, saya sering menyendiri di Mushola hanya untuk menangis dalam kesunyian. Kadang saya pulang ke rumah di jam kerja hanya untuk menghindari perundungan yang tak sanggup saya tanggung. Mereka terus merundung dengan kata kata kotor dan porno seolah saya bahan hiburan mereka. Tapi karena dimarahi ibu agar bekerja sampai tuntas, saya akhirnya terpaksa kembali ke kantor.

Karena saya sering menyendiri ke mushola, para pelaku memfitnah saya meninggalkan pekerjaan, padahal saya trauma oleh kebejatan mereka dan tugas kantor selalu saya selesaikan dengan baik.

Karena tak betah dan sering sakit  pada 2019 saya akhirnya pergi ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi. Tapi petugas malah bilang, "Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan."

Pak Kapolri, bukankah korban tindak pidana berhak lapor dan Kepolisian wajib memprosesnya?

Akhirnya saya mengadukan para pelaku ke atasan sambil menangis, saya ceritakan semua pelecehan dan penindasan yang saya alami. Pengaduan ini berbuah dengan dipindahkannya saya ke ruangan lain yang dianggap "ditempati oleh orang orang yang lembut dan tak kasar".

Sejak pengaduan itu, para pelaku mencibir saya sebagai manusia lemah dan si pengadu. Tapi mereka sama sekali tak disanksi dan akhirnya masih menindas saya dengan kalimat lebih kotor. Bahkan pernah tas saya di lempar keluar ruangan, kursi saya dikeluarkan dan ditulisi "Bangku ini tidak ada orangnya". Perundungan itu terjadi selama bertahun tahun dan lingkungan kerja seolah tidak kaget. Para pelaku sama sekali tak tersentuh.

Saya makin stres dan frustasi. Akhirnya berdasarkan saran keluarga, saya konsultasi ke psikolog di Puskesmas Taman Sari. Hasilnya, saya divonis mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).

Bingung menghadapi lingkungan kerja yang penuh predator dan penindas, akhirnya di kantor saya hanya bisa curhat ke Pak Buhul. Dia sopirnya Komisioner KPI Pusat, Bu Nuning Rodiyah. Saya butuh teman bicara di kantor, sebab pasca pemindahan saya ke ruangan lain, nyatanya tidak mengakhiri perundungan yang dilakukan para pelaku.

Karena perundungan terus terjadi dan saya makin lemah, sering sakit, terhina tiap saat, pada 2020 saya kembali ke Polsek Gambir, berharap laporan saya diproses dan para pelaku dipanggil untuk diperiksa. Tapi di kantor polisi, petugas tidak menganggap cerita saya serius dan malah mengatakan, "Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak, biar saya telepon orangnya."

Saya ingin penyelesaian hukum, makanya saya lapor polisi. Tapi kenapa laporan saya tidak di-BAP? Kenapa pelaku tak diperiksa? Kenapa penderitaan saya diremehkan? Bukankah seorang pria juga mungkin jadi korban perundungan dan pelecehan seksual? Saya tidak ingin mediasi atau penyelesaian kekeluargaan. Saya takut jadi korban balas dendam mereka, terlebih kami berada dalam satu kantor yang membuat posisi saya rentan.

Kepada siapa lagi saya mengadu? Martabat saya sebagai lelaki dan suami sudah hancur. Bayangkan, kelamin saya dilecehkan, buah zakar saya bahkan dicoret dan difoto oleh para rekan kerja, tapi semua itu dianggap hal ringan dan pelaku masih bebas berkeliaran di KPI Pusat. Wahai Polisi, dimana keadilan bisa saya dapat?

Apakah harus jadi perempuan dulu supaya polisi serius memproses kasus pelecehan yang saya alami? Apakah tangan saya harus dibacok sampai putus atau perut saya diiiris berdarah dulu baru penganiayaan yang saya alami diperhatikan orang lain?

Ketidakpercayaan atau ketidakseriusan orang-orang terhadap apa yang saya alami yang membikin saya makin frustasi dan stres. Seolah saya makhluk paling hina dan tidak ada gunanya di muka bumi.

Pada Oktober 2020, saya juga mengirim pesan ke Pengacara kondang Hotman Paris dan Mentalist Deddy Corbuzier untuk meminta tolong via DM Instagram. Tapi sayang, mereka berdua tidak merespon. Mungkin mereka sibuk dan tak punya waktu membantu saya yang hanya karyawan rendahan di KPI Pusat.

Pak Jokowi, Pak Kapolri, Menkopolhukam, Gubernur Anies  Baswesan, tolong saya. Sebagai warga negara Indonesia, bukankah saya berhak mendapat perlindungan hukum? Bukankah pria juga bisa jadi korban bully dan pelecehan? Mengapa semua orang tak menganggap kekerasan yang menimpaku sebagai kejahatan dan malah menjadikanya bahan candaan? Usai lapor atasan, mengapa pelaku tidak disanksi? Seperti inikah lingkungan kerja di KPI Pusat?

Dengan rilis pers ini, saya berharap Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia mau membaca apa yang saya alami. Saya tidak kuat bekerja di KPI Pusat jika kondisinya begini. Saya berpikir untuk resign, tapi sekarang sedang pandemi Covid-19  dimana mencari uang adalah sesuatu yang sulit.

Dan lagi pula, kenapa saya yang harus keluar dari KPI Pusat? Bukankah saya korban? Bukankah harusnya para pelaku yang disanksi atau dipecat sebagai tanggung jawab atas perilakunya? Saya BENAR, kenapa saya tak boleh mengatakan ini ke publik.

Dan, kalau keluar dari kantor yang penuh perundungan, saya takut tidak bisa menafkahi keluarga, terutama anak dan istri tercinta.

Perundungan dan pelecehan seksual yang saya alami sungguh membuat tidak kuat bekerja di KPI Pusat. Tapi saya tidak ingin menambah jumlah pengangguran di negara ini.

Untungnya berkat diskusi dengan teman saya yang pengacara, aktivis LSM, saya sedikit menjadi berani untuk bicara. Oleh karenanya, saya bertekad membuka kisah saya ke publik.

Berikut nama nama pelaku dan daftar perbuatan yang mereka timpakan padaku:

1.Nama Pelaku: Rachmat Muslim alias Olim (Divisi Humas bagian Protokol di KPI Pusat)

Perbuatan: -Selama 2 tahun (2012-2014) memaksa saya membelikan makan seolah saya budak mereka.
-Sering memaki bernuansa SARA dan rasis seperti "Dasar Padang pelit!" dan mengatakan "Banci Lu!"
-Memimpin penelanjangan dan melecehkan seksual
-Merundung secara verbal (memaki, mencemooh, menghina, dll).
-Sembarangan menuduh bapak saya sakit karena semasa hidup makan uang korupsi padahal dia tak tahu apa apa tentang keluarga saya.

TKP: KPI Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakpus, Gedung Bappeten.

2. Nama Pelaku: Taufik Setiaji dan Said Gozali (Divisi Visual Data)

Perbuatan: Sepanjang tahun 2012-2015, mereka berdua membully dan mengatakan," Bapakmu sakit keras karena kamu anak durhaka!" "Kamu kok belum nikah, gak laku ya".

TKP: KPI Pusat Jalan Gajah Mada, Jakpus, Gedung Bappeten.

3. Nama Pelaku: Remon Torisno (Divisi Visual Data)

Perbuatan: Pada tahun 2015,  pelaku berperan memegangi tangan dan kaki kiri saya, lalu bersama sama menelanjangi saya di kantor KPI Pusat.

Di lain waktu, Remon juga pernah menendang bangku saya ketika sedang beristirahat sehingga saya merasa terintimidasi dan ketakutan.

Pada 2017, di Resort Prima Cipayung, Bogor, Remon berperan melempar saya ke kolam renang pada pukul 01:30 WIB.

4. Nama Pelaku: Febri Pratomo (Divisi Visual Data)

Perbuatan: Pada tahun 2015, pelaku berperan memegang tangan dan kaki kanan saya, lalu secara bersama sama menelanjangi saya.
-Memukul kepala saya di Tangga lantai 5
-Mengatai saya di grup percakapan kantor dengan ucapan porno dan kalimat kotor

TKP: KPI Pusat Jl Gajah Mada, Jakpus, Gedung Bappeten :

5. Nama Pelaku: Eries Oktavistanus (Divisi Visual Data)

Perbuatan: Pada tahun 2015, setelah saya telanjang dan dalam keadaan dikeroyok tak berdaya, Eries berperan mencorat coret Buah Zakar saya dengan Spidol.

TKP: KPI Pusat Jl Gajah Mada, Jakpus, Gedung Bappeten.

6. Nama Pelaku: Cahyo Legowo (ex divisi visdat, sekarang divisi Humas bagian desain grafis)

Perbuatan: 2015, berperan memfoto kelamin saya yang sudah dicoret dan menyimpan gambar asusila. Saya tidak tahu foto yang masuk kategori pornografi itu sekarang disimpan dimana, yang jelas saya sangat takut jika foto tersebut disebarkan ke publik karena akan menjatuhkan nama baik dan kehormatan saya sebagai manusia.

7. Nama Pelaku: Teguh Kadarisman (Divisi Visual Data)

Perbuatan: -Tahun 2019, pelaku melempar/membuang tas saya sampai keluar ruangan kantor.
-Menyingkirkan bangku kerja saya sampai keluar ruangan kantor dan menulis “Bangku ini tak ada orangnya!”

TKP: Gedung baru KPI Pusat, Jalan Ir H Juanda No 36, Jakpus.

Terima kasih...
Penyintas (MS)
JAKARTA, Rabu, 1 September 2021
Arsip.Topsekali.com

What Is Happening In Afganistan Now, Please Read The Above Naration.

"Do not listen to the soup sellers who claims themselves to be experts in geopolitics, and try to make you believe that the Taliban is the horrible Islamic monsters, against which the white American empire fought."

What is happening in Afghanistan, was signed and sealed on February 29, 2020, over a year ago, with the Doha Agreement between the United States and the Taliban.

 The text was then adopted unanimously by the UN.

Today, we see the US administration and allies pretending to be faced with a terrible surprise? The situation is much simpler, everything that is happening now has been negotiated between the United States and the Taliban.

It is literally: the Taliban and the American Minister of Foreign Affairs negotiated to end the Republic and the establishment of the Taliban regime to takeover power in Kabul. This was the whole purpose of the Doha agreement. 

Since the Doha agreement, a year and a half ago, it was already recognized that the Afghan Republic was not intended to last, Americans wrote in black and white that the Taliban would take power. Worse still, in the Doha agreement, it is specified that the Americans will release 5,000 Taliban detainees, in order to let them join the armed forces of the Taliban movement.

The Americans also pledged to lift all sanctions against the Taliban regime in order to allow it to grow and settle without being in an economic catastrophe. The Doha agreement ends with this statement which says: "The USA and the Taliban will seek positive relations with each other".

So no, the Taliban did not in five days, conquer and takeover the cities in Afghanistan by surprise. The Taliban simply applied the terms of the Doha Agreement, created by the US, which the armed forces of the Republic of Afghanistan simply deserted and joined the Taliban, because they have been de facto masters since the Doha Agreement was signed. 

This Doha agreement, led by the US and backed by majority in the UN, have been negotiating with the Taliban movement in Afghanistan, and not with the Afghan Republic government. What is incomprehensible in this story, is this staging of chaos and hasty departure under the effect of surprise, was actually mediated throughout the West.

This Doha Agreement, indeed establishes that the Taliban will allow foreign delegations to leave Afghanistan without danger. Until proof to the contrary, none of the 5,000 employees of the American or other embassy was ever threatened, everything is going exactly as planned.

So in reality, absolutely nothing surprising is happening in Afghanistan, other than what was planned. Do not listen to the Western media, who sells you a Saigon 2.0 to make you cry and make you open the door to migrants.

Do not listen to the soup sellers who claims themselves to be experts in geopolitics, and try to make you believe that the Taliban is the horrible Islamic monsters, against which the white American empire fought.

The actual facts are the Talibans are installed by the US, to whom the Americans have given the keys in the area to counter and hamper the Russian and Chinese.

Arsip.Topsekali.com

Perlu Segenap Rakyat Indonesia Ketahui Strategi HTI, Dan Waspadai Sejak Dini Yaaa Teman-Teman.


"Lajnah Dosen, Peneliti dan Akademisi. Bertugas merekrut para akademisi (dosen, peneliti, tenaga administrasi kampus) untuk dibina dalam halaqah-halaqah HTI. Lajnah ini dikomandani oleh: 
Prof. Fahmi Amhar dibantu Dr. Kusman Sadik (dosen IPB)"

Selain organ struktural, ada Organ Fungsional HTI.
Organ fungsional yang masih diaktifkan sekarang:

SIAPA SAJA ORANG INDONESIA PEJUANG MILITAN HTI ...?
ORGAN FUNGSIONAL HTI

1. Lajnah Thalabun Nushrah. 
Lajnah ini bertugas menyusup ke TNI/Polri untuk merekrut perwira tinggi dan menengah kemudian dibina dalam halaqah-halaqah HTI dan ditugaskan melakukan kudeta! Lajnah ini amat-sangat rahasia!! Di tingkat pusat hanya ada lima orang anggota. 
Dipimpin oleh seorang Ketua Lebih dan disupervisi langsung oleh Amir Hizbut Tahrir internasional!

2. Lajnah Fa'aliyah. 
Lajnah ini bertugas menyusup ke lembaga-lembaga negara, partai politik, dan ormas Islam untuk merekrut ketua lembaga seperti ketua MPR, DPR, DPD, menteri-menteri, MA, MK, Kejaksaan Agung, ketua partai, dan ormas-ormas kemasyarakatan kemudian dibina dalam halaqah-halaqah HTI dan ditugaskan mengkondisikan lembaga negara, partai dan ormas-ormas untuk mendukung kudeta yang dieksekusi oleh dewan jenderal yang telah dibina oleh Lajnah Thalabun Nushrah. Melakukan kudeta di tingkat pusat hanya ada lima orang anggota. 
Dipimpin oleh seorang Ketua Lebih dan disupervisi langsung oleh Amir Hizbut Tahrir internasional. 

Ketua Lajnah Fa'aliyah HTI sekarang adalah M. Rahmat Kurnia (dosen IPB).

3. Lajnaj siyasiyah. 
Lajnah ini bertugas membangun opini masyarakat! Masyarakat dipastikan menyerang pemerintah agar masyarakat mendukung Khilafah melalui tulisan yang disebarkan dengan nama fiktif! Seperti:
Nasrudin Hoja, buletin Kaffah, tabloid Media Umat, dan channel Youtube Khilafah Channel, dll. Lajnah ini juga yang mengatur dan mensupervisi gerakan LBH PELITA UMAT. LBH ini bentukan HTI.

4. Lajnah Khos Ulama. Lajnah ini bertugas menyusup ke pesantren-pesantren dan majlis ta'lim untuk merekrut para kiai dan ustadz yang akan dibina dalam halaqah-halaqah HTI untuk memberi dukungan bagi tegaknya Khilafah versi HTI. Lajnah ini diiisi oleh anggota senior HTI yang punya latar belakang santri Antara lain, 
Mustofa Ali Murtadha, Yasin Muthahhar, Ahmad Junaidi (Gus Juned), Nurhilal Ahmad, Abdul Karim, dll. Mereka mempublikasi kegiatan di www.shautululama.id

5. Lajnah Thullab wal Jami'ah. Lajnah ini bertugas merekrut pelajar dan mahasiswa melalui Rohis dan LDK yang berafiliasi ke HTI dan melalui komunitas milineal yang dibuat oleh aktivis HTI seperti: 
#yukngaji yang diinisiasi oleh Felix Siauw, KARIM, dll. Untuk LDK-LDK yang berafiliasi dengan HTI dikumpulkan dalam BKLDK dan Gema Pembebasan.

6. Juru bicara  M. Ismail Yusanto didampingi wakilnya Farid Wajdi.

7. Mudir Maktab yang dijabat oleh Anwari alias M. Anwar Iman alias Suwarno. Selain menjadi pusat data, informasi dan administrasi internal, mudir maktab juga menjadi penterjemah surat-surat dari Amir HT Internasional. 
Dan mengelola majalah internal al-Wae'ie.

8. Lajnah Dosen, Peneliti dan Akademisi. Bertugas merekrut para akademisi (dosen, peneliti, tenaga administrasi kampus) untuk dibina dalam halaqah-halaqah HTI. Lajnah ini dikomandani oleh: 
Prof. Fahmi Amhar dibantu Dr. Kusman Sadik (dosen IPB), *Dr. Fahmi Lukman (dosen UNPAD), dll.

++++++++++++
Wajib diviralkan, biar umat lslam tidk TERTIPUUU..🇲🇨( sumber : group WA GRPB)
Share by : 🇮🇩 ✍️
Arsip.Topsekali.com


Jumat, 27 Agustus 2021

Apakah Anda Mengetahui Kalau Diberi Senjata, FPI Itu Lebih Sadis Dari Taliban, Baca Narasi Berikut ini.

Gambar Ilustrasi saja

"FPI dan Taliban sama sama sama selalu meneriakan penegakan Islam secara kaffah, bercita cita menjadikan negara makmur dinaungi satu pemimpin atau kholifah yang amanah dari kelompok mereka walapun faktanya di lapangan sering kita dapati antara tujuan dan realitas sangat berbeda.",Ken Setiawan

Ken Setiawan: Jika Diberi Senjata, FPI Lebih Sadis Dari Taliban.

Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan mengatakan FPI dan Taliban sejatinya akidahnya bagus yaitu ahlusunah waljamaah, tapi karena para pimpinan mereka salah bergaul dan terkontaminasi dengan kelompok salafi wahabi seperti kalau di Indonesia ada HTI dan Ikhwanul Muslimin Indonesia yang akhirnya secara wawasan kebangsaan mereka turut berubah menjadi radikalisme atas nama agama.

Untuk diketahui bahwa fakta hampir semua teroris di Indonesia itu berideologi latar belakang NII dan Salafi Wahabi, Jelas Ken.

Bagi mereka, dalam bernegara harus menggunakan syariat Islam atau hukum Islam. Bila tetap pakai hukum KUHP yang bersumber dari Pancasila maka mereka akan tetap memerangi pemerintahan siapapun presidennya. Jelas Ken.

Apa itu radikalisme atas nama agama ? Menurut Ken, itu merupakan sebuah paham keagaman atau pemikiran orang suatu kelompok yang kecewa terhadap kondisi pemerintah saat saat ini karena menganggap pemerintahan dan produk hukum dianggap tidak berhukum Islam,  dan mereka ingin merubahnya dengan cara yang keras dan drastis tanpa mengikuti prosedur hukum dan konstitusi.

FPI dan Taliban sama sama sama selalu meneriakan penegakan Islam secara kaffah, bercita cita menjadikan negara makmur dinaungi satu pemimpin atau kholifah yang amanah dari kelompok mereka walapun faktanya di lapangan sering kita dapati antara tujuan dan realitas sangat berbeda.

Kedua kelompok ini sama sama menggunakan politisasi agama,  tukang sweping, bedanya taliban sweping pakai senjata langsung eksekusi, kalau FPI sweping dan demo pakai pentungan saja, kalau dipegangin senjata api seperti Taliban, Ken menyebut FPI akan lebih sadis, dan faktanya banyak pengurus dan anggota FPI ditangkap densus 88 dengan tuduhan pasal terorisme.

Politisasi agama yang ketara banget oleh kelompok FPI dan pelindungnya adalah pilgub beberapa dearah di Indonesia, sebagai muslim, Ken merasa malu karena mereka menggunakan cara cara kotor, sampai sampai tempat ibadah dan jenazah pendukung paslon berbeda tidak boleh disholatkan di masjid tertentu, ini sudah kelewatan, Ujar Ken.

Tapi Ken mengpresiasi kebaikan dan kesantunan salah satu pemimpin hasil politisasi agama tersebut, walaupun dengan anggaran trilyunan rupiah tapi tidak pernah pamer hasil dan prestasinya, walaupun kelebihan bayar dan beberapa proyek juga tidak pernah menagihnya, ini kan luar biasa. Kalau jadi Presiden keren kayaknya, karena dilihat dia berambisi jadi Presiden. saya tidak sebut nama loh, Ujar Ken.

Ken mengapresiasi organisasi FPI dan HTI di Indonesia sudah dibubarkan oleh pemerintah, walaupun mereka metamorfosa dengan nama nama organisasi yang baru, paling tidak sudah ada keseriusan dalam menindak ormas radikal yang meresahkan tersebut. Mereka itu ibarat ganti baju, tapi tidak mandi, jadi bau dan keberadaan nya masih ada dan terasa.

Aktor intelektual dibelakang layar dengan istilah 3C yang jelas tidak akan diam membiarkannya. Siapa mereka, cari jawaban sendiri. Tegas Ken.

Menurut Ken, pemerintah perlu membuat regulasi yang melarang dan menindak organisasi atau kelompok pengusung khilafah di Indonesia, Khilafah itu kan sama saja dengan membuat pemerintahan dan pemimpin baru didalam sebuah negara, itu sama saja makar.

Selama ini kelompok pengasong khilafah ini masih bebas menyebarkan pahamnya atas nama demokrasi dan kebebasan berpendapat, ini kelemahannya karena belum ada regulasi yang mengatur tentang pelarangan mereka. Jelas Ken.

NKRI sudah final dengan Pancasila dan keberagaman dalam Bhineka Tunggal Ika, jangan otak atik dan ganti dengan ideologi lain kalau tetap ingin aman, damai dan kondusif. 

Sementara ini menurut Ken, kelompok dan pendukung radikal cenderung aktif dan dapat panggung dimana mana, sementara yang mayoritas moderat nasionalis diam membiarkanya, jika yang waras diam, maka kelompok Taliban Indonesia ini tidak mustahil akan berkuasa. Tutup Ken.

Source : https://kontraradikal.com/2021/08/23/ken-setiawan-jika-diberi-senjata-fpi-lebih-sadis-dari-taliban/
Arsip.Topsekali.com
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India