Senin, 29 April 2024

20240429 Peringatan ULTAH Rm Petrus Oleh Para Senior ParSanBas Kota Tangsel - 149pc

01sd50 [149pc] Peringatan ULTAH Rm Petrus Oleh Para Senior ParSanBas Kota Tangsel @@@@---
@@
sambil lihat2 foto di bawah ini.????
51sd100 [149pc] Peringatan ULTAH Rm Petrus Oleh Para Senior ParSanBas Kota Tangsel @@@@---
sambil lihat2 foto di bawah ini.????
101sd149 [149pc] Peringatan ULTAH Rm Petrus Oleh Para Senior ParSanBas Kota Tangsel @@@@---
sambil lihat2 foto di bawah ini.????

Surat Terbuka Perpisahan GM



*PENJELASAN GOENAWAN MOHAMAD*

Banyak sekali pertanyaan, benarkah saya yang menulis sebuah statemen tentang pemerintahan Presiden Jokowi — tulisan yang ditandatangani "Gunawan Muhammad".

Itu bukan nama saya. Nama saya "Goenawan Mohamad".  Dalam paspor ada tambahan "Susatyo".

Tapi saya memang pendukung Jokowi. Bukan hanya pendukung yang pasif.  Saya misalnya ikut berkampanye sampai malam di Sukabumi,  ikut mengorganisir rapat umum di Jakarta, menulis teks digital maupun bukan , menyelenggarakan tujuh malam musik dan pertunjukan di Komunitas Salihara bersama banyak sekali seniman —bahkan ikut menyumbangkan dana.

Saya tak pernah lupa saya, di umur yang tak lagi muda, berjalan kaki siang hari bersama rombongan pedagang kaki lima pendukung Jokowi, dari Dukuh Atas sampai di depan Istana Merdeka, buat menyambut terpilihnya Jokowi lagi di tahun 2015.

Kini di tahun 2023,  kepresidenan Jokowi akan berakhir — dan saya bangga, sebagaĆ®mana  banyak orang, pemerintahan ini tampak akan berakhir dengan gemilang.  Negeri aman, ekonomi tumbuh, banyak fasilitas dibangun untuk rakyat.

Saya berdoa agar  rasa bangga itu berlanjut, agar Indonesia, negeri dengan sejarah yang berbekas luka ini, memiliki pemimpin tauladan: jujur, bekerja keras, dekat dengan rakyat, jauh dari mengejar harta dan kuasa untuk diri dan keluarganya.  Dalam sebuah interview tahun 2022 di Tokyo saya mengatakan Jokowi presiden terbaik dalam sejarah Indonesia sampai sekarang.

Tapi di tahun 2023,  saya diingatkan kearifan klasik, bahwa seorang pemimpin yang dipuja dan dipuji adalah seorang manusia yang digoda.  Kekuasaan dan pujian itu madat bagi orang yang di atas tahta, dan orang gampang mencandu kepadanya.

Dan dengan sedih saya menyaksikan bahwa Jokowi juga terkena madat itu.  Ia tak mudah lagi dikritik: ia tak mendengarkan saran-saran akal sehat misalnya agar membangun ibukota baru tanpa tergesa-gesa. Ide baik itu akan berantakan jika tak direalisasikan dengan seksama.  

Yang terakhir, Presiden Jokowi — sebagaimana saya temukan sedikit demi sedikit — melakukan apa yang dilakukan Suharto: memberi perlakuan istimewa bagi anak-anaknya. 

Semula saya dan banyak orang pernah kagum, juga terharu, melihat Gibran dan Kaesang bekerja sebagai pengusaha biasa (jual martabak dan pisang goreng),  bukan dengan memonopoli bidang bisnis besar seperti anak-anak Suharto.

Tapi ketika dengan mudahnya — tanpa kompetisi terbuka, tanpa prosedur yang benar — putra-putra Jokowi naik ke kursi kekuasaan, saya mulai ragu dan meneliti.  Ternyata Jokowi, presiden saya, presiden yang dicintai rakyat, telah memberi mereka keistimewaan secara tak adil.  

Saya terhenyak. Saya kecewa dan sedih.

Puncaknya hari-hari ini. Dengan tipu muslihat dan dana yang bermilyar-milyar,  jalan Gibran untuk jadi wakil presiden disiapkan.  

Gibran mungkin walikota yang baik, tapi ia tak tertandingi karena tak pernah ada pertandingan. Ia juara yang tak sejati. Dan lebih buruk lagi, rasa keadilan dilecehkan, aturan yang disepakati dikhianati. 

Saya sedih melihat itu semua.  Demokrasi dimulai dengan sangka baik — tentang yang memilih dan yang dipilih —dan mengandung kepercayaan kepada sesama.  Kini sangka baik itu retak, mungkin rusak parah, karena orang yang kita percayai ternyata culas. Padahal sangka baik — meskipun mungkin naive — adalah modal sosial untuk membangun kebersamaan bangsa.

Saya sadar saya dan banyak orang lain seperti saya, tak berdaya melawan.  Kami tak punya tentara, polisi dan birokrasi untuk menggertak,  tak punya uang trilyunan untuk menyuap. 

Tapi tak bisa saya akan hanya diam; saya akan bersalah kepada negeri kita yang satu-satunya ini jika saya hanya diam.  Dengan catatan: dalam umur lanjut ini,  saya sadar batas.  Tanpa ingin lumpuh.

Saya masih berbahagia bahwa di masa ketika nilai-nilai disingkirkan saya masih bisa menulis dan melukis — kegiatan di mana apa yang baik selalu mengimbau agar diraih dan yang palsu dibuang. 

Dan saya masih punya teman-teman yang tetap setia kepada prinsip, tak mau ikut mempraktekkan politik yang tanpa nilai-nilai.

Saya masih mendengar mereka yang menggertakkan geraham berkata: "Cukup! Hentikan!" — mereka yang tahu apa yang bakal hancur, bakal direnggutkan dari generasi Indonesia yang akan datang.

Saya cemas. Tapi saya punya harap.

Ini surat perpisahan lengkapnya GM yang dikirim tadi pagi.

Gurun Di Luar, Gurun Di Dalam



_*Fiat voluntas tua : Catatan tiga tahun peziarahan Laudato Si' Indonesia*_
 
_*Gurun di luar, gurun di dalam*_

_"Gurun di luar di dunia semakin bertambah, karena gurun di dalam menjadi begitu luas,"_ Demikian Bapa Suci Benediktus XVI pada homili pertamanya 24 April 2005, _"Oleh karena itu, kekayaan bumi tidak lagi berfungsi untuk membangun taman Tuhan untuk ditinggali semua orang, namun telah dibuat untuk digunakan oleh kekuatan eksploitasi dan penghancuran."_

Demikianlah, melalui Ensiklik Laudato Si' Paus Fransiskus sejatinya bukan hanya ingin mengajak kita merawat bumi dan segenap ciptaan, melainkan juga memastikan bahwa gurun di sisi dalam diri kita tidak meluas dan dapat kembali tersuburkan. Laudato Si' bukan hanya laku fisik dan laku intelektual bagi integritas ekologi, melainkan laku rohani untuk memulihkan jiwa kita. Memulihkan jiwa kita laras serasi dengan kehendak kasih Allah sendiri.


_*Sekerat apel di taman Tuhan*_

Sejak buah apel pertama kali dimakan pasangan kekasih Adam dan Hawa, lewat intelektualitas dan rasionalitasnya manusia jatuh pada pemujaan nalar dan alam pikirnya sendiri, terlepas dari Rencana Agung Penciptaan Allah yang menjadikan dunia satu sebagai satu keluarga ciptaan dalam satu rumah bersama kehidupan. Manusia terjatuh ke dalam subyektivitasnya sendiri dan merasa diri berada berada di atas realitas, bahkan menjadi tuhan atas seluruh kenyataan. Manusia merasa bahwa rencana Allah bisa disiasati dengan teknologi, ekonomi, dan strategi. 

Dalam deklarasi Dignitatis Infinita, martabat manusia adalah lestari, dan lestarinya martabat manusia ada dalam kesediaan kemanusiaan menyatukan diri dengan kasih Allah sendiri. Martabat manusia (dan martabat segenap ciptaan yang dijajah kuasa manusia) itu hancur ketika ia memisahkan diri dari Allah. Tanpa _caritas_, ketidakterbatasan martabat kehidupan itu lumpuh tanpa daya. Hidup meluruh, alam porak-poranda, manusia jatuh. Layu, kering, dan mati. Pedih. Sunyi. Hampa. 


_*Perjalanan ke dalam*_

Di dunia yang melayu itulah kita memulai langkah kita. Tanpa terasa tiga tahun sudah kita berziarah bersama. Sebuah sekoci kecil bernama Laudato Si' Indonesia dimulai  10 April 2021. Pelatihan Animator Laudato Si' pertama diluncurkan, setelah beberapa bulan proses diskusi, konsultasi, dan menakar diri. Tiga tahun, belum cukup jauh kaki melangkah, belum cukup wawasan untuk bekerja. Sebagai bocah, kita hanya tahu, bahwa kita mencintai ibu bumi, alam semesta. Apakah kita punya daya ? Barangkali sebatas kenekadan dan kegigihan kita. Tetapi seperti kanak-kanak yang pertama kali merengkuh dunia, tatapan itu jauh, penuh keingintahuan, dan rindu petualangan. Demikian pula kita dalam kemudaan usia kita. Kita bergerak, kita melangkah, kita berlari secepat-cepatnya, karena kedukaan dan kecemasan kita atas nasib masa depan. 

Ada satu titik ketika kita semua merasa melakukan banyak hal. Namun di titik lain, kita seakan terlumpuhkan karena seperti detak hitungan mundur sebuah bom, kematian bumi itu datang tanpa bisa kita cegah waktunya. 

Di saat lain mungkin kita bisa mengklaim kemenangan dengan angka-angka, kegiatan, webinar, dan jejaring. Pengalaman bersama LSI telah mengantar kami ke tempat-tempat yang kami tidak pernah duga sebelumnya : menyusuri jalanan di Lampung Selatan, merayapi malam menuju kota Batu, menaiki gunung dan lembah menuju Kapencar, hingga mencecap bumi Cibarusah. Lebih jauh lagi, LSI telah menyatukan kita, mulai dari Medan hingga Merauke, bahkan Ho Chi Minh dan Timor Leste. Penerbitan buku doa dan kalender kita lakukan, jangan lupa juga dengan musibah digital yang menyebabkan kanal Youtube kita terhapus dan harus dirintis kembali dari awal mula. 

Tetapi kita tahu itu semua tak bermakna apa-apa, ketika peziarahan itu gagal mengubah sisi dalam diri kita. Ya, peziarahan tiga tahun telah mengantar kita, setidak-tidaknya kami di Tim Kerja Nasional LSI, pada kesadaran bahwa gerak Laudato Si' pada akhirnya adalah gerak menjawab hati kami, gerak tarian kami dengan jiwa kami masing-masing, dan semoga menjadi gerak yang menyuburkan jiwa kami. Dalam proses sharing panjang di tepi sungai besar di Dhawuhan, Wanayasa, Wonosobo yang luar biasa sejuk dan permai, tempat kami melakukan pertemuan nasional pertama di tahun 2022 lalu, kami menyadari bahwa pergulatan bersama sebagai Laudato Si' Indonesia pertama-tama adalah sekolah rohani bagi jiwa kami. Ya. Laudato Si' Indonesia adalah sekolah bagi hati kami. 

Bagaimana dengan dinamika teman-teman semua di paroki, di keuskupan, di komunitas ? Apakah perjalanan bersama merawat ibu bumi, akhirnya juga perjalanan merawat jiwa dan persahabatan di tengah teman-teman semua ? Jika ya, seperti halnya proses pembuatan ecoenzyme atau pupuk organik, kita harus juga makin cermat mengukur takaran-takaran dalam kerja kita : berapa liter sumber daya kita harus tuangkan, berapa kilogram wawasan yang harus kita bubuhkan, berapa kuat wadah organisasi untuk bisa menampung mimpi kita, berapa banyak tangan dan hati yang harus kita gandeng, dan yang terpenting, seberapa banyak doa dan cinta yang kita tuangkan ke dalamnya…


_*Sicut in caelo et in terra*_

Angin masih terus bertiup di padang gurun peradaban. Debu-debunya terus menghantam wajah tubuh kita. Di siang hari, badai debu menutup mata kita, di tengah malam kita berjalan tanpa bintang. Kegagalan COP 28 di Dubai mengisyaratkan pada kita, perjuangan masih sangat panjang. 

Di tengah-tengah dunia yang menempatkan pemujaan diri manusia sebagai puncak keberadaban, kita tahu jalan yang kita pilih bukanlah jalan yang cukup digemari orang. Manusia menolak dikasihi Allah. Manusia menolak menjadi bagian dari jejaring cintakasih yang menghubungkan segenap ciptaan di seluruh muka bumi. Ya, dan bukankah tak ada yang lebih pedih dari hidup yang menolak pengalaman kasih, pengalaman dikasihi, pengalaman mengasihi ?

Dan lorong tanpa cintakasih adalah lorong gelap yang panjang.  Seperti pohon yang tercerabut dari akarnya, kita menolak air kehidupan dan tanah keselamatan. Seperti pohon yang tercerabut dari akarnya, kita merindukan pendamaian dengan segenap ciptaan. 

Ah sudahlah, jiwaku. Hentikan dukamu. bukankah di hari-hari Paskah kita semua sudah belajar, bahwa seburuk apapun dosamu, sehitam apapun nodamu, Allah tak pernah berhenti mencintamu ? Bahwa sebagaimana martabat manusia yang tanpa batas, kasih Tuhan juga memeluk kita tanpa batas ?

Buah apel itu memang sudah dicecap Adam, dicecap Hawa. Tetapi bukankah kita masih bisa mengumpulkan biji-bijinya yang jatuh dan menanamnya di bumi ? Sembari kita memohon agar rahmat Allah memeluknya dengan penuh cinta dan menumbuhkannya. Karena dalam keajaiban Paskah kita percaya, bahwa lewat Kristus, bumi manusia telah ditebus dan diangkat ke surga, menjadi bagian dari Taman EdenNya yang tercinta. 

_Fiat voluntas tua,_ jadilah kehendakMu Bapa, supaya di atas bumi seperti di dalam surga. 

_The King of love my shepherd is,_
_whose goodness faileth never._
_I nothing lack if I am his,_ 
_and he is mine forever._

_Where streams of living water flow,_ 
_my ransomed soul he leadeth;_ 
_and where the verdant pastures grow,_ 
_with food celestial feedeth._

_Perverse and foolish, oft I strayed,_ 
_but yet in love he sought me;_ 
_and on his shoulder gently laid,_ 
_and home, rejoicing, brought me_

(_The King of Love My Shepherd Is_ karya klasik Henry Williams Baker, 1868 berdasar Mazmur 23 dan karya Edmund Prys)

Salam bumi, salam lestari !
Yogyakarta 10 April 2024
Cyprianus Lilik KP

Sumber Panas Bumi Dari Mana ?



*Mengecilnya Area Hutan Tropis di Indonesia Perlu Menjadi Kewaspadaan* 
Berdasarkan data dari World Bank dari tahun 1992 hingga 2021, luas hutan global terus menyusut. Pada tahun 2021, luas hutan di seluruh dunia mencapai 40.449.474,7 km², namun telah mengalami penurunan rata-rata sebesar 3,77% dibandingkan dengan data dari 1992.

Dalam hal ketersediaan lahan hutan ini maka masih Rusia memimpin sebagai negara dengan luas hutan terbesar di dunia. World Bank juga mencatat bahwa pada tahun 2021, luas hutan di Rusia mencapai 8,15 juta km², menyumbang sekitar 20,16% dari total luasnya hutan di dunia.

Indonesia juga masih termasuk dalam daftar negara dengan luas hutan terbesar, walaupun  hanya menempati pada posisi kedelapan. Dengan luas hutan mencapai 915.276,6 km² pada tahun 2021, area hutan di Indonesia justru mengalami penurunan tajam, yaitu sampai sebesar 22,79% sejak tahun 1990. 

Hal ini perlu menjadi kewaspadaan tersendiri mengingat perannya dalam menjaga kelestarian hutan tropis yang berpengaruh cukup besar di dalam menjaga pemanasan iklim se dunia (global warming), yang merupakan rangkaian utama dalam mewujudkan SDGs (Sustainable Development Goals) dan menjadi tiang utama dalam menjaga bumi dari ancaman kerusakan lingkungan (ecological disasters) dengan pembiayaan yang besar bagi langkah penanggulangan maupun tindakan darurat yang diperlukan. 

Jika tingkat kerusakan hutan tropis itu tidak dapat ditangani dengan cermat, maka selain akan berdampak pada besarnya dana negara yang diperlukan untuk pembiayaan bencana, sumber perolehan dana untuk pencegahan Pemanasan Global, yang secara khusus disebut dengan istilah "carbon credits" juga tidak dapat diperoleh dan sekaligus berarti ada potensi hilangnya devisa negara.
Referensi: 
#wartaekonomi #infografis 
#hutan

Sabtu, 27 April 2024

Kekuatan Prabowo Bila Nasdem dan PKB bergabung.


Begini kekuatan Prabowo di DPR, jika NasDem dan PKB bergabung :

Total kursi keenam partai ini yakni 417 dari 580 kursi DPR 2024-2029.

Golkar: 102 kursi (17,59 persen)
Gerindra: 86 kursi (14,83 persen)
Demokrat: 44 kursi (7,59 persen)
PAN: 48 kursi (8,28 persen)
PKB: 68 kursi (11,72 persen)
NasDem: 69 kursi (11,90 persen)
Total: 417 kursi (71,89 persen)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India